Selasa, 24 April 2012

APRESIASI SASTRA




TUGAS APRESIASI SASTRA


















                                                Nama              : Diyan safitri
                                                NIM                : A310080148




PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009

BAB I
PENDAHULUAN

APRESIASI SASTRA
            Apresiasi adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra.
             Kegiatan apresiasi sastra adalah membaca beragam cipta sastra sebanyak-banyaknya, mempelajari teori sastra sebanyak-banyaknya, mempelajari esai dan kritik sastra sebanyak-banyaknya, dan mempelajari sejarah sastra sebanyak-banyaknya. Selain itu ada juga kegiatan lain yang dapat meningkatkan empat kegiatan diatas yaitu dokumentasi sastra dan kegiatan kreatif. Dokumentasi sastra ialah himpunan teratur bahan-bahan informasi tentang sastra, berwujud majalah, buku atau guntingan-guntingan koran dan berguna untuk mengerjakan karya tulis. Kegiatan kreatif ialah mencipta dan menulis cipta sastra atau karangan tentang masalah-masalah sastra dan berguna untuk mengembangkan daya cipta dan cipta sastra.















BAB II
METODE, METODOLOGI, TEKNIK DAN PENDEKATAN

A.    Metode, Metodologi, dan Teknik
            Metode berasal dari kata methodos, sedangkan methodos itu sendiri berasal dari kata meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah, sedangkan hodos berarti jalan, cara, arah. Dalam pengertian yang luas metode dianggap sebagai cara – cara, strategi untuk memahami realitas, langkah – langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya. Sebagai alat yang sama dengan teori, metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami. Klasifikasi, deskripsi, komparasi, sampling, induksi dan deduksi, eksplanasi, kuantitatif dan kualitatif dan sebagainya adalah sejumlah metode yang sudah sangat umum penggunaannya, baik dalam ilmu kealaman maupun ilmu sosial, temasuk ilmu humaniora.   
            Secara etimologis metodologi berasal dari methodos dan logos, yaitu filsafat atau ilmu mengenai metode. Metodologi dengan demikian membahas prosedur intelektual dalam totalitas komunitas ilmiah. Prosedur yang dimaksudkan terjadi sejak peneliti menaruh minat terhadap objek tertentu, menyusun proposal, membangun konsep dan model, merumuskan hipotesis dan permasalahan, mengadakan ujian teori, menganalisis data dan menarik kesimpulan. Metodologi jelas mengimplikasikan metode,  tetapi metodologi bukanlah kumpulan metode, juga bukan deskripsi mengenai metode tersebut.
            Teknik berasal dari kata teknikos yang berarti alat atau seni menggunakan alat. Ada tiga cara yang dapat dikemukakan untuk membedakan antara metode dan teknik yaitu: dengan cara membedakan tingkat abstraksinya, memperhatikan faktor mana yang lebih luas ruang lingkup pemakaiannya, dan memperhatikan hubungannya dengan objek. Secara hierarkis, tingkat abstraksi yang tertinggi dimiliki oleh teori, secara berturut-turut diikuti oleh metode dan teknik.
1.Metode Intuitif
            Metode intuitif dianggap sebagai kemampuan dasar manusia dalam upaya memahami unsure-unsur kebudayaan.Dikaitkan dengan zamannya metode intuitif memiliki hubungan erat dengan hermeneutika.Sebagai metode berpikir,intuisi kontemplasi justru harus dimanfaatkan oleh manusia modern,dalam rangka memanfaatkan metode-metode modern.Keberhasilan pemahaman bukan semata-mata diakibatkan oleh metode apa yang digunakan,tetapi bagaimana metode tersebut digunakan.
2.            Metode Hermeneutika
            Secara etimologis hermeneutika berasal dari kata hermeneuein, bahasa Yunani yang berarti menafsirkan atau menginterprestasikan. Dikaitkan dengan fungsi utama hermeneutika sebagai mertode untuk memahami agama, maka metode dianggap tepat untuk memahami karya sastra dengan pertimbangan bahwa diantara karya tulis, yang paling dekat dengan agama adalah karya sastra. Pada tahap tertentu teks agama sama dengan karya sastra. Perbedaannya, agama merupakan kebenaran keyakinan, sastra merupakan kebenaran imajinasi. Agama dan sastra adalah bahasa, baik lisan maupun tulisan. Asal mula agama adalah firman Tuhan, asal mula sastra adalah kata-kata pengarang.
            Visi sastra modern menyebutkan bahwa dalam karya sastra terkandung ruang-ruang kosong, di tempat itulah pembaca memberikan penafsiran. Makin besar sebuah karya sastra, maka semakin banyak mengandung ruang-ruang kosong, sehingga semakin banyak investasi penafsiran yang dapat ditanamkan didalamnya. Metode hermeneutik tidak mencari makna yang benar, tetapi makna yang paling optimal.
3.      Metode Kualitatif
            Metode kualitatif pada dasarnya sama dengan metode hermeneutika. Artinya baik metode hermeneutika, kualitatif, dan analisi isi, secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Landasan berpikir metode kualitatif adalah paradigma positivisme Max Weber, Immanuel Kant, dan Wilhelm Dilthey. Ciri-ciri metode kualitatif, sebagai berikut:
1.      Memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat objek, yaitu sebagai studi kultural.
2.      Lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian sehingga makna selalu berubah.
3.      Tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek peneliti sebagai instrumen utama, sehingga terjadi interaksi langsung di antaranya.
4.      Desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian  bersifat terbuka
5.      Penelitian bersifat alamiah, terjadi dalam konteks sosial budayanya masing-masing.
4.      Metode Analisi Isi
            Analisi isi terutama berhubungan dengan isi komunikasi, baik secara verbal, dalam bentuk bahasamaupun nonverbal. Tetapi dalam karya sastra, isi yang dimaksudkan adalah pesan-pesan yang dengan sendirinya sesuai dengan hakikat sastra. Isi dalam metode analisi isi terdiri atas dua macam, yaitu isi laten dan isi komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen dan naskah, sedangkan isi komunikasi adalah pesan yang terkandung sebagai akibat komunikasi yang terjadi. Isi laten adalah isi sebagaimana dimaksudkan oleh penulis, sedangkan isi komunikasi adalah isi sebagaimana terwujud dalam hubungan naskah dengan konsumen. Objek formal metode analisis ini adalah isi komunikasi.Analisis terhadap isi laten akan menghasilkan arti, sedangkan isi komunikasi akan menghasilkan makna.
            Dasar pelaksanaan metode analisi isi adalah penafsiran. Dasar penafsiran dalam metode ini memberikan perhatian pada isi pesan. Oleh karena itu, metode analisis isi dilakukan dalam dokumen-dokumen yang padat isi. Peneliti menekankan bagaimana memaknakan isi komunikasi, memaknakan isi interaksi simbolik yang terjadi dalam peristiwa komunikasi.
5.      Metode Formal
            Metode formal adalah analisi dengan mempertimbangkan aspek-aspek formal, aspek-aspek bentuk yaitu unsur-unsur karya sastra. Tujuan metode formal        adalah studi ilmiah mengenai sastra dengan memperhatikan sifat-sifat teks yang dianggap artistik. Dalam ilmu bahasa (Sudaryanto, 1993:145) metode formal             adalah cara-cara penyajian dengan memanfaatkan tanda dan lambang, yang dipertentangkan dengan metode informal, yaitu cara penyajian melalui kata-kata biasa. Metode formal tidak bisa dilepaskan dengan teori strukturalisme. Esensi metode formal yaitu unsur-unsur itu sendiri adalah esensi teori strukturalisme tersebut.
            Ciri-ciri utama metode formal adalah analisis terhadap unsur-unsur karya    sastra, kemudian bagaimana hubungan antara unsur-unsur tersebut dengan totalitasnya. Tugas utama metode formal adalah menganalisis unsur-unsur, sesuai dengan peralatan yang terkandung dalam karya. Jumlah, jenis dan model unsur-unsur yang dianalisis tergantung dari ciri-ciri karya sastra dan tujuan penelitian.Unsur-unsur dibedakan menjadi unsur-unsur ekstrinsik dan intrinsik, unsur-unsur kongkret dan formal unsur-unsur makro dan mikro. Unsur-unsur pertama dibicarakan kaitannya dalam kaitannya dengan sistem sosiokultural yang lebuh luas, unsur-unsur yang kedua dalam kaitannya dengan karya sastra sebagai totalitas.
6.      Metode Dialektika
            Secara etimologis dialektika berasal dari kata dialektica,bahasa Latin, berarti cara membahas.Mekanisme kerjanya terdiri atas tesis, antitesis, dan sintetis.Prinsip-prinsip dialektika hampir sama dengan hermeneutika,khususnya dalam gerak spiral eksplorasi makna,yaitu penelusuran unsure ke dalam totalitas dan sebaliknya.Yang membedakannya adalah kontinuitas oprasionalisasi tidak berhenti pada level tertulis,tetapi diteruskan pada jaringan kategori sosial yang justru merupakan maknanya secara lengkap.
7.      Metode Diskriptif Analisis
            Metode diskriptif analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis.Secara etimologis deskripsi dan analisis berarti menguraikan.Sedangkan analisis yang berasal dari bahasa Yunani telah diberikan arti tambahan, tidak semata-mata menguraikan melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya.
B.     Pendekatan dan Problematikanya
1.      Pendektan Biografis
             Pendekatan biografis merupakan studi yang sistematis mengenai proses kreativitas.Karya sastra pada gilirannya identik dengan riwayat hidup, pernyataan-pernyataan pengarang dianggap sebagai suatu kebenaran,biografi mensubordinasikan karya.Oleh karena itu pendekatan biografis sesungguhnya merupakan bagian penulisan sejarah, sebagai historiografi.Aktivitas kreatif dibedakan menjadi tiga macam pengarang, yaitu:
1.      Pengarang yang mengarang berdasarkan pengalaman langsung
2.      Pengarang yang mengarang berdasarkan keterampilan dalam penyusunan kembali unsur-unsur penceritaan
3.      Pengarang yang mengarang berdasarkan kekuatan imajinasi
            Biografi merupakan sedimentasi pengalaman-pengalaman masa lampau,baik personal,sebagai pengalaman individual,maupun kolektif,sebagai pengalaman intersubjektif,yang pada saat-saat tertentu akan muncul kembali.Menurut Teeuw pendekatan biografis mulai ditinggalkan awal abad ke-20 sejak dimanfaatkannya teori strukturalisme.Ciri khas strukturalisme adalah analisis ergocentric,analisis yang sama sekali menolak relevansi unsur-unsur diluarnya,termasuk biografi pengarang.
2.      Pendekatan Sosiologis
            Pendekatan sosiologis menganalisis manusia dalam masyarakat,dengan proses pemahaman mulai dari masyarakat ke individu.Pendekatan sosiologis menganggap karya sastra sebagai milik masyarakat.Dasar filosofis pendekatan sosiologis adalah adanya hubungan hakiki antara karya sastra dengan masyarakat.Hububgan-hubungan tersebut disebabkan oleh:
1.      Karya sastra dihasilkan oleh pengarang
2.      Pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat
3.      Pengarang memanfaatkan kekeyaan yanga ada di dalam masyarakat
4.      Hasil karya itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat
3.      Pendekatan Psikologis
            Rene Wellek dan Austin Warren menunjukkan empat model pendekatan psikologis, yang dikaitkan dengan pengarang, proses kreatif, karya sastra, dan pembaca.Pendekatan psikologis pada dasarnya berhubungan dengan tiga gejala utama yaitu,pengarang, karya sastra, dan pembaca,dengan pertimbangan bahwa pendekatan psikologis lebih banyak berhubungan dengan pengarang dan karya sastra.Teori yanga banyak diacu dalam pendekatan psikologis adalah determinisme psikologi Sigmund Freud.Menurutnya semua gejala yanga bersifat mental bersifat tidak sadar yang tertutup oleh alam kesadaran.Dengan adanya ketakseimbangan, maka kesadaran menimbulkan dorongan-dorongan yang pada gilirannya memerlukan kenikmatan yang disebut libido.Teori kepribadian menurut Freud pada umumnya dibagi menjadi tiga,yaitu,Id atau Es,Ego atau lch,Super Ego atau Uber Lch.Isi Id adalah dorongan-dorongan primitive yang harus dipuaskan, salah satunya adalah libido diatas.Dengan demikian Id merupakan kenyataan subjektif primer, dunia batin sebelum individu memiliki pengalaman tentang dunia luar.Ego bertugas untuk mengontrol Id,sedangkan Super Ego berisi kata hati.
4.      Pendekatan Antropologis
            Pendekatan antropologi sastra lebih banyak berkaitan dengan objek verbal.Menurut Payatos,secara historis pendekatan antropologis dikemukakan tahun 1977 dalam kongres ‘Folklore and Literary Anthropology’ yang berlangsung di Calcuta.Lahirnya pendekatan antropologis, didasarkan atas kenyataan,pertama, adanya hubungan antara ilmu antropologi dengan bahasa,kedua,dikaitkan dengan tredisi lisan, baik antropologi maupun sastra sama-sama mempermasalahkannya sebagai objek yang penting.Pokok-pokok bahasan yang ditawarkan dalam pendekatan antropologis adalah bahas sebagaimana dimanfaatkan dalam karya sastra, sebagai struktur naratif,diantaranya:
1.      Aspek-aspek naratif karya sastra dari kebudayaan yang berbeda-beda
2.      Penelitian aspek naratif sejak epic yang paling awal hingga novel yang paling modern
3.      Bentuk-bentuk arkhais dalam karya sasttra, baik dalam konteks karya ndividual maupun generasi.
4.      Bentuk-bentuk mitos dan sisti religi dalam karya sastra
5.      Pengaruh mitos, sebagai religi, dan citra primordial yang lain dalam kebudayaan popular
5.      Pendekatan Historis
            Pendekatan historis mempertimbangkan historisitas karya sastra yang diteliti, yang dibedakan dengan sejarah sastra sebagai perkembangan sastra sejak awal hingga sekarang, sastra sejarah sebagai karya sastra yang mengandung unsure-unsur sejarah, dan novel sejarah, novel dengan unsure-unsur sejarah.Pendekatan historis mempertimbangkan relevansi karya sastra sebagai dokumen social.Dengan hakikat karya sastra merupan refleksi zaman.Tugas utama sejarah sastra adalah menempatkan karya sastra dalam suatu tradisi tetapi bagaimana cara menempatkannya adalah tugas pendekatan,yang dibantu oleh teori dan metode.Pendekatan histiris dikaitkan dengan kompetensi sejarah umum yang dianggap relevan,sastra lama dengan kerajaan-kerajaan besar, sastra modern dengan gerakan sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan pada umumnya.Dengan mempertimbangkan indicator sejarah dan sastra,maka beberapa masalah yang menjadi objek sasaran pendekatan historis, diantaranya,sebagai berikut:
1.      Perubahan karya sastra dengan bahasanya sebagai akibat proses penerbitan ulang
2.      Fungsi dan tujuan karya sastra pada saat diterbitkan
3.      Kedudukan pengarang pada saat menulis
4.      Karya sastra sebagai wakil tradisi zamannya       
6.      Pendekatan Mitopik
            Secara etimologis mythopic berasal dari myth.Pendekatan ini dianggap paling pluralis sebab memasukkan hampir semua unsure kebudayaan seperti,sejarah, sosiologi, antropologi, psikologi, agama, filsafat, dan kesenian.Pendekatan mitopik bukan merupakan pendekatan gabungan yang tanpa arah,yaitu sebagai akibat terlalu banyak memasukkan data.Dalam pendekatan mitopik peneliti harus sadar bahwa keragaman data harus dipahami secara metodologi sehingga diperoleh makna yang tunggal.Pemahaman sastra Indonesia adalah pemahaman menyeluruh terhadap aspek-aspek kebudayaan yang melatarbelakanginya.
7.      Pendekatan Ekspresif
            Pendekatan ekspresif lebih banyak memanfaatkan data sekunder, data yang sudah diangkat malalui aktivitas pengarang sebagai subjek pencipta, jadi sebagai data literer.Pendekatan ekspresif tidak semata-mata membrikan perhatian terhadap bagaimana karya sastra itu diciptakan, seperti studi proses kreatif dalam studi biografis, tetapi bentuk-bentuk apa yang terjadi dalam karya sastra yang dihasilkan.Wilayah studi ekspresif adalah penyair, pikiran dan perasaan, dan hasil-hasil ciptaannya.Pendekatn ekspresif bermanfaat untuk menggali cirri-ciri individualisme, nasionalisme, komunisme, dan feminimisme dalam karya, baik karya sastra individual maupun karya sastra dalam kerangka perodisasi.
8.      Pendekatan Mimesis
Menurut Abrams pendekatan mimesis merupakan pendekatan estetis yang paling primitive.Pendekatan mimesis Marxis merupakan pendekatan yang paling beragam dan memiliki sejarah perkembangan yang paling panjang.Di Indonesia pendekatan mimetic perlu dikembangkan dalam rangka menopang keragaman khazanah kebudayaan.Pemahaman terhadap cirri-ciri kebudayaan kelompol yang lain dapat meningkatkan kualitas solidaritas sekaligus menghapuskan berbagai kecemburuan sosial.
9.      Pendekatan Pragmatis
            Pendekatan pragmatis memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca.Pendekatan pragmatis memiliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya sastra dalam masyarakat, perkembangan, penyebarluasannya, sehingga manfaat karya sastra dapat dirasakan.Tujuan pendekatan pragmatis secara keseluruhan berfungsi untuk menopang teori resepsi, teori sastra yang memungkinkan pemahaman hakikat tanpa batas.
10.  Pendekatan Objektif
            Pendekatan objektif memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur,yang dikenal dengan analisis intrinsik.Konsekuensi logis yang ditimbulkan adalah mengabaikan bahkan menolak segala unsur ekstrinsik, seperti aspek historis, sosiologis, politis, dan unsur-unsur sosiokultural lainnya, termasuk biografi.Oleh karena itu pendekatan objektif juga disebut analisis otonomi,analisis ergocentric, pembacaan mikroskopi.















BAB III
MEMAHAMI KESUSASTRAAN
APAKAH KESUSASTRAAN ITU?
                     
1.Menghargai Sastra
            Kesusastraan memberikan kebahagiyaan, kesenangan kepada manusia.Orang akan senang dan bahagiya selama membaca karya sastra.Pembaca sastra lebih mengerti kesulitan orang lain,penderitaan orang lain, keinginan orang lain,watak orang lain sehingga pembaca lebih luas  pengetahuannya mengenai manusia lain
2. Manusia dan Kebudayaan
            Sastra adalah salah satu hasil karya manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Semua hasil kerja manusia untuk memenuhi kebutuhannya itu disebut kebudayaan. Usaha, cara dan hasil kerjanya dikelompokkan menjadi 7 kelompok, yaitu: kebutuhan kebendaan yang terdiri dari ilmu pengetahuan, teknologi dan ekonomi, sedang kebutuhan kerohanian terdiri dari kesenian, tata cara beribadah dalam agama, peraturan-peraturan dalam masyarakat dan filsafat.
3. Kebudayaan dan Kesenian
            Kesenian adalah salah satu kebutuhan manusia untuk mencapai hidup bahagia. Kesenian mengandung keindahan.
4. Manusia dan Kesenian
            Kesenian telah menjadi bagian dari hidup manusia.Tetapi makin tinggi pendidikan seseorang seharusnya makin tinggi pula penilaian terhadap karya-karya kesenian.Kesenian telah maju begitu rupa sehingga hanya dengan pengetahuan dan latihan khusus orang dapat menikmati keindahan dan hiburan yang terkandung di dalamnya.
5. Seni dan Sastra
            Seni merupakan usaha manusia untuk merekam dan mengawetkan pengalaman keindahannya agar manusia lain dapat menikmati pengalaman keindahan yang serupa. Pengalaman yang indah tadi bertujuan memberikan kesenangan, hiburan bagi manusia lain. Kesenian juga merupakan usaha manusia untuk menunjukan sesuatu arti bagi manusia lain. Sastra adalah seni, harus indah dan berguna bagi manusia. Keindahan sastra terletak dalam pengolahan bahan pokoknya. Bahasa adalah bahan pokok kesusastraan.
6.Membaca Karya Sastra adalah memasuki Pengalaman Orang lain
            Buku cerita mengajak pikiran, perasaan, penglihatan dan pendengaran kita ikut aktif didalamnya. Membaca buku cerita kita diajak memasuki pengalaman tokoh utamanya. Seluruh panca indra, pikiran dan perasaan kita ikut aktif. Dengan Membaca buku sastra kita diajak bertemu dengan manusia-manusia yang wataknya bermacam ragam yang jarang kita temui dalam kehidupan kita.
7. Ciri Karya Sastra
a.  Sastra memberikan hiburan
b. Sastra menunjukan kebenaran hidup manusia
c. Sastra melampaui batas bangsa dan zaman
8. Mengapa kita membaca sastra?
a. Untuk mendayagunakan pengetahuan
b. Untuk memperkaya rohani kita
c. Untuk menjadi manusia berbudaya
d. Untuk belajar mengungkapkan sesuatu yang baik
9.Sastra Sebagai Seni
            Seni itu permainan, maka dari itu mendatangkan hiburan, menyenangkan. Tujuan permainan adalah permainan itu sendiri, kebebasan yang lepas dari kewajiban. Seni itu rekaman, manusia membutuhkan bentuk untuk dapat menangkap bobot, isi, imajinasi dan maksud seniman. Dalam sastra bentuk itu bisa berupa cerita fiksi, sajak, drama dan esai. Seni itu penemuan, sebuah karya sastra yang hanya memuat pengalaman manusia yang sudah umum dan sehari-hari, tentu kurang menarik. Pengalaman menjadi menarik kalau ia menampilkan sesuatu yang lain, yang baru, yang segar. Karya sastra yang baik tentu saja karya sastra yang tidak terus menerus mengulang pengalaman yang sudah amat difahami oleh umum, selalu mencari, berusaha menemukan hal-hal baru yang luput dari perhatian kita. Seni itu ekspresi, pengalaman yang dituagkan dalam karya sastra bukanlah pengalaman yang murni lagi. Pengalaman itu sampai kepada penikmat setelah melalui saringan pribadi penciptanya. Pada dasarnya apa yang dituangkan sastrawan bukanlah hal lain kecuali dirinya sendiri juga. Karya sastra adalah ekspresi pribadi senimannya. Seni itu interprestasi. Segi interprestasi kehidupan ini dengan sendirinya bukan hanya monopoli sastra atau kesenian umumnya. Sikap dasar pribadi seseorang sastrawan dengan sendirinya sangat menentukan sikap interprestasinya. Seni itu suatu reformasi, seni harus mengemukakan sesuatu yang baru. Seni itu keteraturan. Karya sastra itusuatu bentuk, sebab kalau tidak demikian ia tidak dapat difahami orang lain. Dan bentuk itu memerlukan pola. Seni itu intensifikasi, tidak semua pengalaman kehidupan harus dijejalkan dalam karya sastra. Sastrawan harus memilihnya yang esensial saja, yang asasi saja. Penyusunan pengalaman-pengalaman yang asasi tadi dalam sebuah sistem pola akan melahirkan sebuah bentuk yang padat, yang intens. Karya sastra yang berhasil tidak hanya memberikan apa yang disajikan, ia harus sanggup merangsang pembacanya untuk memperkaya sendiri karya itu. Seni itu komunikasi. Karya itu harus dikomunikasikan pada orang lain. Sastra dan seni umumnya adalah suatu bentuk kegiatan sosial. Sebuah karya sastra lahir di tengah masyarakat, ini berarti bahwa harus ada komunikasi antara karya itu dengan pembacanya.


















BAB IV
INTERPRESTASI DAN AVALUASI KARYA SASTRA
                                                                                                           
1.      Perbedaan dalam Interpretasi
Interpretasi teks ialah cara membaca dan menjelaskan teks (atau laporan tentang kegiatan itu) yang lebih sistematis dan lengkap. Suatu teks (satra) mendapat interpretasi yang berbeda – beda, disebabkan oleh berbagai sebab yang saling terjalin rapat. Penyebabnya ialah sifat teks sastra, perbedaan yang besar antar pembaca, dan cara pergaulan sastra dalam masyarakat. Mengenai sifat teks : dalam hubungan ini yang terpenting ialah penanganan bahan dalam teks sastra dan hubungan khusus antara teks dan dunia nyata. Di dalamnya terdapat kekayaan kiasan, dan susunan yang tidak lazim. Kiasan serta susunan tersebut terkadang membuat sebuah teks menjadi bermakna ganda atau ambigu sehingga mungkin membawa pembaca kepada interprestasi yang berbeda – beda. Di samping itu, karena hubungannya yang khusus dengan dunia nyata, sebuah teks sastra menjadi “terbuka” dan menghadapkan pembaca kepada masalah – masalah dalam interpretasi kenyataan (yang direka) berbeda menurut ragam dan menurut periode. Dalam kekhususan atau keistimewaan suatu teks sastra, cerita rekaan, anekdot, atau mitos sering kali kita temukan suatu makna lebih umum.
            Pembaca akan menginterpretasikan sebuah teks dengan cara berbeda – beda, terutama karena latar belakang pengetahuan sastra dan pengalaman kesastraan yang berbeda. Dalam hal pengalaman : pembaca yang berpengalaman tidak akan terlalu mendapat kesulitan dalam membaca sajak. Perbedaan dalam pengetahuan latar belakang antara lain mengenai kode dan konvensi. Kode adalah sistem peraturan yang menentukan bahwa tanda – tanda tertentu dapat dihubungkan dengan makna – makna tertentu. Konvensi adalah pola atau struktur yang lazim digunakan dalam suatu ragam sastra. Kode yang paling penting dalam teks adalah kode bahasa.
            Teks sastra tidak dapat dipahami dengan hanya pengetahuan tentang kode bahasa, yaitu kode primer. Disamping kode bahasa, penulis juga menggunakan kode sastra (sekunder). Agar memperoleh pemahaman yang baik mengenai teks, diperlukan pengetahuan tentang kode tersebut. Yang juga termasuk kode atau konvensi sekunder ialah ragam.
            Pada interpretasi khusus juga diperlukan latar belakang pengetahuan khusus. Bagi interprestasi yang cenderung ke sosiologi, itu berarti pengetahuan tentang kondisi sosial pada masa karya tulis karena ahli sosiologi sastra berminat terhadap hubungan antara karya sastra dan latar belakang sosialnya.
            Perbedaan dalam interprestai akhirnya terjadi oleh karena lalu lintas kesastraan dalam suatu lingkungan kebudayaan. Teks sastra, novel, dan kumpulan sajak dibicarakan dalam timbangan buku atau resensi di surat kabar atau majalah. Suatu resensi tidak hanya berisi penilaian, pujian, atau celaan mengenai buku baru, tetapi juga sering kali memberikan suatu interpretasi.

2.      Interpretasi dan Evaluasi
a.      Pengetahuan Latar
Kadang – kadang interprestasi yang sesungguhnya perlu didahului oleh apa yang dinamakan interprestasi filosofis. Dengan perbandingan manuskrip dan teks satu dengan yang lain dapat diusahakan mengisi rumpang danmembetulkan kesalahan. Sebagai segi kedua dalam interprestasi filosofis termasuk juga penelitian tentang pandangan kesastraan pada zaman karya yang bersangkutan ditulis, serta kode – kode kesastraan sezaman. Bagian ketiga yang penting dalam interprestasi filosofis ialah penjelasan tentang arti kata yang tidak (lagi) umum dikenal dan tentang kekhasan historis, geografis, dan lain –lainnya. Sebagian dari interpretasi filosofisialah penelitian biografis.
b.      Makna Primer
Segi kedua dalam interpretasi adalh menetapkan makna primernya.  Makna primer adalah makna pada pandangan pertama, makna pada pengenalan pertama. Hal itu terutama berarti memastikan apa yang terjadi(“cerita”). Penentuan makna primer bukanlah proses yang berlaku dengan sendirinya. Makna primer berbeda – beda menurut pembacanya.
c.       Konvensi Ragam Sastra dan Interpretasi
Segi interpretasi berikutnya bertalian dengan konvensi dalam ragam sastra. Sebuah teks yang kodenya tidak terlalu ketat (soneta atau kakawin, misalnya, mempunyai kode ketat), dapat kita baca dengan menggunakan berbagai konvensi. Dengan sendirinya penggunaan berbagai konvensi ragam berpengaruh terhadap interpretasi primer.
d.      Bentuk – Bentuk Interpretasi
Pendekatan terakhir dalam paragraf diatas menganggap bahwa teks tidak dapat di interpretasikan secara penuh dan pendekatan tersebut tidak mencari makna yang pasti. Kata – kata dalam teks menghindari dari usaha untuk mendapatkan interpretasi yang pasti. Teks tidak dapat dihubungkan dengan satu kenyataan tertentu dengan makna tunggal. Pendekatan seperti itu bertentangan dengan tradisi hermeneutis. Hermeneutis adalah konsepsi interpretasi yang berasal dari ilmu tafsir kitab suci dan penjelasan teks sastra yang bertradisi panjang. Tujuannya adalah untuk memberikan penjelasan teks yang pasti dengan jalan menerapkan “lingkaran hermeneutis” yaitu dengan menerangkan keseluruhan melalui bagian – bagian melalui keseluruhan (jadi semacam gerakan lingkaran).
Sebagian besar pendekatan yang bertujuan interpretasi bersifat hermeneutis dalam arti kata bahwa tujuannya adalh memberi interpretasi yang lengkap dan pasti. Cara penekatan dapat dibedakan menurut titik tolak sang kritikus. Interpretasi sosiologis memberikan berbagai kemungkinan pendekatan. Jadi teks memberikan kepada kita wawasan mengenai kenyataan dalam masyarakat. Tetapi sosiologi sastra sering kali juga menekankan fungsi kritik sosial suatu teks sastra. Anggapannya ialah bahwa sering kali sastra secara sadar atau tidak mempunyai kritik, bahwa karya – karya sastra yang utama mempunyai fungsi kritik yang mendahului zamannya.
Interpretasi psikoanalitis dan sosiologis memanfaatkan wawasan yang berasal dari ilmu bantu yaitu psikologi dan sosiologi. Interpretasi feminis juga sangat bergantung pada ilmu – ilmu bantu, juga psikologi dan telaah tentang wanita yang lebih mutakhir. Interpretasi semacam ini bertolak belakang dengan interpretasi yang diutamakan dalam beberapa dasawarsa terakhir ini, yaitu interpretasi imanen yang berdalih mengkhususkan diri pada kata dan fakta dalam terks.
e.       Penilaian
Suatu penilaian tidak lepas dari interpretasi. Pilihan tentang metode interpretasi bergantung pada pendirian tentang sastra yang dianut, yaitu tentang sifat, fungsi, dan nilai sastra. Bila orang memilih metode sosiologi untuk interpretasi, ia tertarik pada apa yang dikatakan suatu karya sastra tentang masyarakat atau bagaimana karya itu dapat membantu perbaikan dalam masyarakat itu.
Tolok ukur yang sering digunakan dalam penilaian ialah :
Ø  Tolok ukur mengenai struktur. Suatu karya dinilai berdasarkan rancang bangunnya atau sejarah mana keseluruhan dan bagian – bagiannya merupakan kesatuan.
Ø  Tolok ukur yang berdekatan ialah estetika. Suatu karya dinilai berdasarkan kenikmatan estetis yang dialami melalui rancang bangun dan bentuk sastranya.
Ø  Kualitas karya dinilai berdasarkan wawasan yang diberikannya tentang pribadi, perasaan, atau niatan pengarang. Dalam hal itu digunakan tolok ukur ekspresivitas.
Ø  Tolok ukur realisme yaitu kualitas karya dinilai menurut gambarnya tentang kenyataan, wawasan tentang manusia, budaya dan zaman.
Ø  Tolok ukur kognitif. Suatu karya adalah baik bila ia memberi wawasan baru, memperkaya pengetahuan kita, memberi sumbangan untuk perubahan yang diperlukan dalam masyarakat.
Ø  Nilai rasa suatu karya sastra. Kualitas karya dinilai menurut kadar kekuatannya untuk memungkinkan pembaca beridentifikasi dengan apa yang dikisahkan atau dikemukakan sebagai pendirian.
Ø  Tolok ukur moral, sejauh mana ia mengemukakan sikap moral (yang dianggap benar).
Ø  Tolok ukur yang berhubungan dengan tradisi dan pembaruan. Karya dihargai sebagai karya pembaru atau justru sebagai kelanjutan yang sesuai dengan tradisi autau ragam atau kurun waktu.










BAB V
TEKS DAN PENGGUNAAN BAHASA
1.      Apa Itu Teks ?
Teks dapat dilihat sebagai tanda (bahasa) atau sekumpulan tanda yang mencakup berbagai hubungan : antara tanda satu sama lain, antara tanda dan pemakaian tanda, dan antara tanda dan makna atau isi teks. Jenis hubungan yang pertama bertalian dengan sintaksis teks. Masalah pokok disini adalah bagaimana hubungan antara tanda yang terdapat dalam teks. Sesuatu baru dapat disebut teks, bila ada pertalian sintaksis. Jenis hubungan yang kedua yang penting dalam teks, yaitu hubungan antara tanda dan makna, yaitu bidang sintaksis teks. Disamping perhatian sintaksis yang berhubungan dengan relasi di dalamnya, suatu teks harus juga menunjukkan pertalian semantis, artinya satuan – satuan teks yang bertalian harus merujuk kepada kenyataan yang bertalian. Pertalian atau koherensi teks terungkap dalam tema yang kita lihat dalam teks. Tema adalah ikhtisar singkat isi teks. Hubungan jenis ketiga yaitu antara tanda dan pemakai tanda dinamakan pragmatik teks. Ditinjau secara pragmatis, suatu teks merupakan kesatuan bila pemakai teks menaggapinya sebagai kesatuan. Yang disebut pemakai teks ialah baik “pengirim” yang merupakan sumber teks maupun “penerima” yang merupakan tujuannya.
Bagian – bagian teks hanya menunjukkan sedikit koherensi. Secara pragmatis teks merupakan kesatuan karena pengarang menyajikannya sebagai sebuah sajak tersendiri. Penemuan koherensi berarti mengisi “tempat – tempat kosong” dalam teks, membuat ekplisit hubungan makna yang memang disarankan, tetapi tidak ditunjukkan secara gamblang.
2.      Jenis – Jenis Teks
a.      Teks Ekspresif
Teks disebut ekspresif bila tujuannya terutama untuk mrngungkapakan buah pikiran, perasaan, pengalaman, dan pendapat pengarang. Teks ekpresif juga memberi informasi tentang dunia nyata dan juga ditujukan kepada pembaca, namun fungsi utamanya penyajian diri si pengarang.
b.      Teks Referensial
Dalam sebagian besar teks fungsi referensial adalah dominan. Tujuan teks referensial ialah merujuk kepada dunia nyata. Teks referensial dimaksudkan untuk memberi informasi tentang apa yang terjadi di dunia nyata atau bagaimana keadaannya. Teks sastra tidak mengacu pada satu – satunya dunia nyata secara langsung, melainkan pertama – tama kepada dunia yang dibayangkan oleh teks. Dalam hal itu teks memiliki sifat referensial yang khusus.
c.       Teks Persuasif
Teks persuasif terutama meningkatkan penerima, pembaca, atau dalm hal komunikasi lisan, pendengar. Usahanya ialah mempengaruhi, meyakinkan (dalam bahasa latin persuadere) atau mendorong perilaku tertentu. Teks persuasif yang khas ialah teks iklan. Bentuk teks lain dari teks persuasif ialah pidato.
d.      Teks Retorik
Ada teks yang tidak mengutamakan hubungan antara teks dengan faktor – faktor konteks yaitu pengarang, dunia nyata dan pembaca, melainkan mengutamakan teks itu sendiri, bagaimana rancang bangunnya dan bagaimana ungkapan bahasanya. Teks semacam itu disebut retorik.
3.      Rancang Bangun Teks
Dalam retorika klasik yang dimaksudkan sebagai pedoman buat ahli pidato, diberikan aturan – aturan mengenai 5 segi seni berbicara, masing – masing – masing sebagai berikut.
a.       Invention : pilihan materi yang tepat, termasuk pilihan pokok utama dan seleksi ungkapan yang cocok serta kebenaran yang berlaku umum, untuk mendukung pokok pembicaraan dan meyakinkan khalayak bahwa pembicara benar.
b.      Dispositio : rancang bangun penalaran, di sini misalnya ditunjukkan bagaimana mengawali suatu pidato dan langkah – langkah untuk mencapai akhirukalam yang baik.
c.       Elocutio : gaya, atau bagaimana mengatakan sesuatu dengan cara yang khusus
d.      Memoria : menghafal, disini diberikan saran – saran bagaimana cara yang terbaik untuk menghafal pidato sehingga kelihatannya diucapkan secara spontan.
e.       Actio : cara membawakan pidato : mimik, gerak tubuh, alunan, nada suara.
Sebuah teks ilmiah biasanya diawali dengan pengantar (axordium) yang menyatakan pokok dan tujuan penelitian. Selanjutnya diberikan pandangan umum tentang fakta – fakta (narratio) yang sudah diketahui tentang pokok yang akan dibicarakan, lalu ;menyusul penalaran utama (argumentatio), penjabaran pandangan umum dan pemerian materi fakta baru atau penjalasan teori – teori baru. Akhirnya ada kesimpulan (peroratio) yang mencakup hasil – hasil penelitian.

4.      Penggunaan Bahasa : Gaya dan Majas
  1. Pilihan Kata
Dalam menganalisis pilihan kata, yang pertama dilakukan adalah pengamatan apakah sebuah teks berisi kata – kata konkrit dan khusus, ataupun berisi kata – kata abstrak dan umum. Unsur arkaisme yaitu kata yang lazim dipakai dalam stadium bahasa yang lebih awal, tetapi kemudian tidak lagi digunakan, sering kali memberi warna khidmat kepada sebuah teks. Pilihan kata dalam teks kadang – kadang juga ditandai oleh penggunaan jargon yang menggantikan kata biasa. Bagi gaya sebuah teks, yang juga penting ialah jenis kata apa yang secara gramatikal dipakai. Teks yang menggunakan banyak kata sifat menimbulkan kasan lebih deskriptif dan kurang dinamis bila dibandingkan dengan teks yang mengguanakan banyak verba.
  1. Pola kalimat dan bentuk sintaksis
Mengenai sifat atau fungsi kalimat dapat diadakan pembedaan antara pertanyaan, pernyataan, seruan, dan perintah. Pertanyaan dan perintah terutama terdapat dalam teks persuasif. Pernyataan dan pendapat merupakan ciri teks referensial, seruan kita jumpai dalam teks ekspresif. Konstruksi kalimat menjadi mencolok dari segi stilistika apabila bangunnya menyimpang dari susunan yang “normal”. Dapat juga mencolok karena ada keteraturan yang istimewa. Rancang bangun kalimat yang menurut stilistika mencolok dirangkum dengan sebutan bentuk sintaksis. Hal ini dalam buku – buku pedoman retorika  kuno dibahas dengan panjang lebar. Dapat dibedakan 3 jenis : bentuk pengulangan, pembalikan, penghilangan.
a.       Bentuk Pengulangan
Yang termasuk bentuk pengulangan sintaksis ialah paralelisme, yaitu kesamaan struktur antar kalimat atau bagian kalimat. Paralelisme sering juga disertai dengan pengulangan kata, frasa atau konstruksi gramatikal yang sama. Kalau bagian kalimat yang sejajar diulang dalam urutan terbalik, hal itu disebut penyilangan atau kiasme.
b.      Bentuk Pembalikan
Dalam bentuk pembalikan atau inversi, urutan kata yang normal dalam kalimat diubah. Dalam teks sastra inversi berfungsi agar suatu gambaran menjadi ekspresif atau untuk memberi tekanan khusus kepada kata – kata tertentu.
c.       Bentuk Penghilangan
Dalam bentuk ini termasuk elips dan zeugma. Elips terjadi kalau bagian kalimat tertentu tidak ada. Dalam zeugma satu bagian kalimat dihubungkan dengan dua bagian yang lain, tetapi hanya satu yang cocok.
  1. Gaya Semantik dan Simbolik
Gaya semantik merujuk pada makna kata, bagian kalimat, dan kalimat dan secara umum disebut majas. Ada 3 macam : majas pertentangan, majas analogi atau identitas, dan majas kedekatan atau kontiguitas. Yang duua terakhir termasuk majas dalam arti sempit, yang juga disebut trop.
a.       Majas Pertentangan
Majas pertentangan sering kali disertai dengan paralelisme sintaksis, dan disebut antitese. Majas pertentangan yang lebih keras, bahkan boleh dikatakan bertolak belakang, disebut oxymoron, yang merupakan kombinasi unit semantis yang bertolak belakang.
b.      Mjas Identitas
Majas identitas mencakup perumpamaan dan metafora. Keduanya membandingkan objek atau pengertian dan menyamakannya secara semantis.pada perumpamaan, caranya eksplisit, pada metafora bagian yang harfiah sering kali tidak ada sehingga makna yang tidak ditunjukkan dalam teks harus kita tentukan sendiri agar tercapai pemahaman yang baik. Guna menggunakan dan menganalisis gaya identitas kami mengunakan 4 istilah : pembanding, pebanding (yang dibandingkan), kata perangkai, dan motif.
c.       Majas Kontiguitas
Seperti majas metafora murni, dalam majas kontiguitas pun ada penggantian suatu pengertian dengan pengertian yang lain. Tetapi antara pengertian yang disebut dan pengertian yang diganti tidak ada hubungan persamaan seperti halnya pada metafora, melainkan hubungan kedekatan. Ada kaitan makna tertentu yang dapat didorong oleh berbagai motivasi, misalnya sebab-akibat atau isi dan kulit. Hal seperti itu disebut metonimia.
Ada pula jenis metonimia yang disebut sinekdok. Dalam gaya kontiguitas ini hubungan kedekatan antara pengertian yang disebut dan pengertian yang digantikan berupa hubungan bagian dan keseluruhan.
d.      Simbolik
Simbol ialah lambang, sesuatu yang berdasarkan perjanjian atau konvensi mengacu kepada gagasan atau pengertian tertentu. Simbol dalam teks sastra selalu menghadapkan kita pada makna yang mengacu kepada makna lain, sama halnya dengan trop, yaitu gaya identitas dan kontiguitas, tetapi antara trop dan simbol ada perbedaan penting. Pada trop, makna harfiah tidak sesuai dengan konteks sehingga kita harus menentukan makna lain untuk memberi arti kepada trop tersebut. Pada sombol tidak ada penyimpangan dari konteks, arti harfiah sesuai dan bila dilihat secara murni tidak perlu dicari makna lain yang kiasan.


















BAB VI
1. APRESIASI KARYA SASTRA
SEBAGAI  KEGIATAN MEMBACA

a.    Membaca adalah mereaksi
            Membaca disebut sebagai kegiatan mereaksi karena dalam membaca seseorang terlebih dahulu melaksanakan pengamatan terhadap huruf sebagai representasi bunyi ujaran maupun tanda penulisan lainnya.
b.      Membaca adalah proses
            Membaca pada dasarnya adalah kegiatan yang cukup kompleks, karena membaca melibatkan berbagai aspek baik fisik, mental, bekal pengalaman dan pengetahuan maupun aktivitas berpikir dan merasa. Dalam membaca keseluruhan aspek itu terproses untuk mencapai tujuan tertentu melalui tahap : persepsi, rekognisi, komprehensi, interpretasi, evaluasi dan kreasi.
c.                                                 Membaca adalah pemecahan kode dan penerimaan pesan
            Dalam kegiatan berbahasa, pemeran yang terlibat di dalamnya dapat dibedakan antara sender (penyampai pesan) dengan receiver (penerima pesan). Penyampai pesan secara aktif menciptakan kode sebagai media pemapar gagasannya atau melaksanakan econding, sedangkan penerima pesan berupaya memecahkan kode yang diterima untuk berusaha memahami pesan atau gagasan yang dikandungnya. Dalam hubungannya dengan kegiatan membaca, dalam interaksi komunikasi tulis itu pengarang berperan sebagai pengirim pesan dan pencipta kode, sedangkan pembaca adalah pihak penerima pesan yang sekaligus juga berperan sebagai pemecah kode.

  1. Ragam Membaca
a.                                                 Membaca dalam hati
            Membaca dalam hati adalah kegiatan membaca yang berusaha memahami keseluruhan isi bacaan secara mendalam sambil menghubungkan isi bacaan itu dengan pengalaman maupun pengetahuan yang dimiliki pembaca tanpa diikuti gerak lisan maupun suara. Membaca dalam hati disebut juga membaca intensif. Membaca intensif dilatari tujuan memahami paparan logis yang diungkapkan pengarang memahami tujuan serta sikap pengarang sejalan dengan gagasan yang ditampilkannya. Ragam membaca dalam hati juga berkaitan dengan kegiatan membaca sastra, yakni bila tujuan membaca sastr itu adalah memahami isi teks sastra yang dibaca secara menyeluruh dan mendalam.
b.      Membaca cepat
            Membaca cepat adalah ragam membaca yang dilaksanakan dalam waktu yang relatif singkat dan cepat untuk memahami isi bacaan secara garis besar saja. Ragam membaca cepat nantinya akan berhubungan dengan teknik membaca secara skimming dan membaca secara ekstensif.
c.       Membaca teknik
            Membaca teknik adalah membaca yang dilaksanakan secara bersuara sesuai dengan aksentuasi, intonasi dan irama yang benar selaras dengan gagasan serta suasana penuturan dalam teks yang dibaca.
            Lewat membaca sastra pembaca juga dapat melaksanakan kegiatan membaca bahasa, yakni kegiatan membaca yang bertujuan memperkaya kosa kata, mengembangkan kemampuan menyusun kalimat, perolehan gaya bahasa yang keseluruhannya dapat mengembangkan kemampuan berbahasa pembacanya. Membaca sastra dapat juga disebut kegiatan membaca ekstensif, yaitu kegiatan membaca yang dilatari tujuan memahami unsur-unsur lain sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan pembacanya.
            Yang memiliki kaitan utama dengan kegiatan mengapresiasi sastra adalah ragam membaca estetis, yaitu kegiatan membaca yang dilatarbelakangi tujuan menikmati serta menghargai unsur-unsur keindahan yang terpapar dalam suatu teks sastra. Membaca sastra dapat juga meningkat menjadi kegiatan membaca kritis, yaitu kegiatan membaca dengan menggunakan pikiran dan perasaan secara kritis untuk menemukan dan mengembangkan suatu konsep dengan jalan membandingkan isi teks sastra yang dibaca dengan pengetahuan, pengalaman, serta realitas lain yang diketahui pembaca untuk memberikan identifikasi, perbandingan, penyimpulan, dan penilaian. Membaca sastra juga dapat ditautkan dengan kegiatan membaca kreatif, yakni kegiatan membaca yang dilatari tujuan menerapkan perolehan pemahaman dari membaca untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang bersifat aplikatif.
1).  Tahap pemahaman media bentuk tulisan                                                                   
            Media bentuk tulisan berhubungan dengan tulisan berbentuk huruf, tanda   baca, bentuk penulisan paragraf, maupun sistematika penulisan yang dipakai pengarang dalam memaparkan gagasannya.
2).  Tahap pemahaman media kebahasaan
            Kegiatan membaca adalah memahami aspek bentuk meupun bentukan kata. Sehubungan dengan kata, masalah yang perlu diperhatikan pembaca adalah :bentuk kata, lingkungan kata, analisis struktur fonolagis kata, dan pemahaman     makna leksikal. Yang perlu diperhatikan dalam analisis kalimat yaitu : unsur bunyi prosodi yang tergambar lewat tanda baca dan lain – lainnya,bentuk dan pola suatu kalimat, variasi bentuk maupun pola suatu kalimat, adanya presuposisi seperti tampak dalam bentuk kalimat oratoris, keterlibatan aspek sosial budaya dalam menentukan makna suatu kalimat.
3).  Tahap pemahaman aspek Leksis-semantis
            Pengertian pemahaman aspek leksis-semantis dalam kajian ini adalah tahap kegiatan pembaca dalam upaya memahami kata – kata dalam suatu teks, baik secara tersurat maupun tersirat. Menurut M.A.K.Halliday, semantik memiliki tiga strata,yaitu (1). Ideasional, dibentuk oleh pengalaman dan daya intelektual, (2).Interpersonal, (3). Tekstual. Aspek idea dan interpersonal merupakan aspek yang bersifat ekstrinsik karena berhubungan dengan pengarang dan latar sosial budayanya. Oleh sebab itu, kajian makna atau gagasan yang dikandung suatu teks yang diistilahkan juga dengan istilah sociosemantic. Dalam hal ini dikenal adanya istilah genericstructure, yakni makna yang berhubungan dengan konsep penutur    sekaligus karakteristik makna yang ditentukan oleh kontekssituasional.
4).  Tahap penarikan kesimpulan
            Tahap penarikan kesimpulan di sini dibedakan antara tahap penarikan kesimpulan gagasan yang terdapat di dalam setiap bacaan serta tahap kesimpulan dari totalitas maknan atau gagasan yang terdapat di dalam bacaan.
Dalam rangka menyimpulakn makna teks sastra, tahap penyimpulan yang harus dilalui pembaca meliputi :
Ø Penyimpulan nuansa makna dan susunan sehubungan dengan pemilihan bunyi
Ø Penyimpulan makna kata, terutama kata yang bersifat konotatif        
Ø Penyimpulan hubungan makan kata baris atau kalimatnya
Ø Penyimpulan pokok – pokok pikiran yang terkandung dalam suatu kalimat, bait atau paragraf
Ø Penyimpulan butir – butir makna yang terkandung dalam aspek struktur verbal wacana sastra, baik berupa setting, karakterisasi, dialog dan lain – lainnya
Ø Penyimpulan totalitas makna
Ø Penyimpulan tema
  1. Penilaian Pembacaan Teks Sastra secara Lisan
            Ada tiga unsur utama yang harus diperhatikan sewaktu melakukan kegiatan membaca teks sastra secara lisan, baik itu berupa puisi maupun cerpen. Ketiga unsur itu tidak dapat dipisah – pisahkan antara satu dengan yang lainnya meliputi : pemahaman, penghayatan, pemaparan. Pembacaan teks sastra secara lisan berkaitan dengan masalah : (1) kualitas bunyi, yang berkatan dengan kuat-lunak, tinggi rendah bunyi ujaran yang diujarkan, (2) tempo, berkaitan dengan pengaturan kecepatan pelambatan pengujaran, (3) durasi, pengaturan tempo pada keseluruhan pembacaan karena pembacaan yang terlampau lambat, misalnya, tentunya membosankan, sementara pembacaan yang terlampau cepat mengakibatkan hasil pembacaannya tidak jelas. Masalah lain yang perlu diperhatikan ialah pelafalan, ekspresi, kelenturan, dan daya konversasi.


















2. PENGERTIAN DAN BEKAL AWAL
DALAM APRESIASI SASTRA

  1. Pengertian Apresiasi Sastra
            Istilah apresiasi sastra berasal dari bahasa latin apreciatio yang berarti mengindahkan atau menghargai. Istilah apresiasi menurut Gove mengandung makna pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin, dan pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang.
            Squire dan Taba berkesimpulan bahwa sebagai suatu proses, apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yaitu:
a.       Aspek kognitif, yaitu berkaitan dengan keterlibatan intelek pembaca dalam upaya                          memahami unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif.
b.      Aspek emotif, yaitu berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi pembaca dalam                              upaya menghayati unsur-unsur keindahan dalam teks sastra yang dibaca.
c.       Aspek evaluatif, berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap                              baik buruk, indah tidak indah, sesuai tidak sesuai, serta sejumlah ragam penilaian                               lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara personal                            cukup dimiliki oleh pembaca.
  1. Kegiatan Langsung dan Kegiatan Tak Langsung dalam Mengapresiasi Sastra
            Apresiasi sastra secara langsung adalah kegiatan membaca atau menikmati cipta sastra berupa teks maupun perfomansi secara langsung. Kegiatan membaca suatu teks sastra secara langsung dapat berwujud dalam perilaku membaca, memahami, menikmati, serta mengevaluasi teks sastra baik yang berupa cerpen, novel, roman, naskah drama, maupun teks sastra yang lain.
            Kegiatan apresiasi sastra secara tidak langsung dapat ditempuh dengan cara mempelajari teori sastra, membaca artikel yang berhubungan dengan kesastraan, baik dimajalah maupun koran, mempelajari buku-buku maupun esai yang membahas dan memberikan penilaian terhadap suatu karya sastra serta mempelajari sejarah sastra.


  1. Bekal Awal Pengapresiasi Sastra
            Suatu cipta sastra sebenarnya mengandung berbagai macam unsur yang sangat kompleks, antara lain (1) unsur keindahan (2) unsur kontemplatif yang berhubungan dengan nilai-nilai atau renungan tentang keagamaan, filsafat, politik, serta berbagai macam kompleksitas permasalahan kehidupan, (3) media pemaparan, baik berupa media kebahasaan maupun struktur wacana, serta (4) unsur-unsur intrinsik yang berhubungan dengan ciri karakteristik cipta sastra itu sendiri sebagai suatu teks.
            Terdapatnya berbagai macam unsur dalam karya sastra mengimplikasikan kepada kita bahwa untuk mengapresiasi cipta sastra, pembaca pada dasarnya dipersyaratkan memiliki bekal-bekal tertentu. Bekal awal yang harus dimiliki seorang apresiator adalah (1) Kepekaan emosi atau perasaan sehingga pembaca mampu memahami dan menikmati unsur-unsur keindahan yang terdapat dalam cipta sastra, (2) pemilikan pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan masalah kehidupan dan kemanusiaan, (3) pemahaman terhadap aspek kebahasaan, dan (4) pemahaman terhadap unsur-unsur intrinsik cipta sastra yang akan berhubungan dengan  telaah teori sastra.


















3. PENDEKATAN DALAM APRESIASI SASTRA
                                                                                
            Keanekaragaman pendekatan yang digunakan itu dalam hal ini lebih banyak ditentukan oleh tujuan dan apa yang akan diapresiasi lewat teks sastra yang dibacanya, kelangsungan apresiasi itu terproses lewat kegiatan yang bagaimana dan landasan teori yang digunakan dalam kegiatan apresiasi.
            Bertolak pada tujuan dan apa yang akan diapresiasi, pembaca dapat menggunakan:
  1. Pendekatan Parafrastis dalam Mengapresiasi sastra
            Pendekatan parafrasis adalah strategi pemahaman kandungan makna dalam suatu cipta sastra dengan jalan mengungkapkan kembali gagasan yang disampaikan pengarang dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang digunakan pengarangnya. Tujuan akhir dari penggunaan pendekatan parafrasis adalah untuk menyederhanakan pemakaian kata atau kalimat seorang pengarang sehingga pembaca lebih mudah memahami kandungan makna yang terdapat dalam suatu cipta sastra.
            Prinsip dasar dari penerapan pendekatan parafrasis pada hakikatnya berangkat dari pemikiran bahwa gagasan yang sama dapat disampaikan lewat bentuk yang berbeda, simbol-simbol yang bersifat konotatif dalam suatu cipta sastra dapat diganti dengan lambang atau bentuk lain yang tidak mengandung ketaksaan makna, kalimat-kalimat atau baris dalam suatu cipta sastra yang mengalami pelesapan dapat dikembalikan lagi pada bentuk dasarnya, penguahan suatu cipta sastra baik dalam hal kata maupun kalimat yang semula simbolik dan eliptis menjadi suatu bentuk kebahasaan yang tidak lagi konotatif akan mempermudah upaya seseorang untuk memahami kandungan makna dalam suatu bacaan, dan pengungkapan kembali suatu gagasan yang sama dengan menggunakan media atau bentuk yang tidak sama oleh seorang pembaca akan mempertajam pemahaman gagasan yang diperoleh pembaca itu sendiri.
  1. Pendekatan Emotif dalam Meapresiasi Sastra
            Pendekatan emotif adalah suatu pendekatan yang berusaha menemukan unsur-unsur yang mengajuk emosi atau perasaan pembaca.Ajukan emosi itu dapat berhubungan dengan keindahan penyajian bentuk maupun ajukan emosi yang berhubungan dengan isi atau gagasan yang lucu dan menarik.
            Prinsip-prinsip dasar yang melatarbelakangi  adanya pendekatan emotif adalah pandangan bahwa cipta sastra merupakan bagian dari karya seni yang hadir di hadapan masyarakat penbaca untuk dinikmati sehingga mampu memberikan hiburan dan kesenangan. Dan dengan menerapkan pendekatan emotif inilah diharapkan pembaca mampu menemukan unsur-unsur keindahan maupun kelucuan yang terdapat dalam suatu karya sastra.
  1. Pendekatan Analitis dalam Mengapresiasi Sastra
            Pendekatan analitis adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan atau mengimajikan ide-idenya, sikap pengarang dalam menampilkan gagasan-gagasannya, elemen intrinsik dan mekanisme hubungan dari setiap elemen intrinsik itu sehingga mampu membangun adanya keselarasan dan kesatuan dalam rangka membangun totalitas bentuk maupun totalitas maknanya.
            Prinsip dasar yang melatarbelakangi adalah anggapan bahwa:cipta sastra itu dibentuk oleh elemen-elemen tertentu, setiap elemen sastra memiliki fungsi tertentu dan senantiasa memiliki hubungan antara yang satu dengan yang lainnya meskipun karakteristiknya masing-masing berbeda. Dari adanya ciri karakteristik setiap elemen itu, maka antara elemen yang satu dengan elemen yang lain pada awalnya dapat dibahas secara terpisah meskipun pada akhirnya setiap elemen itu harus disikapi sebagai suatu kesatuan.
  1. Pendekatan Historis dalam Mengresiasi Sastra
            Pendekatan historis adalah suatu pendekatan yang menekankan pada pemahaman tentang biografi pengarang, latarbelakang peristiwa kesejarahan yang melatarbelakangi masa-masa terwujudnya cipta sastra yang dibaca, serta tentang bagaimana perkembangan kehidupan penciptaan maupun kehidupan sastra itu sendiri pada umumnya dari zaman ke zaman.
            Prinsip dasar yang melatarbelakangi adalah anggapan bahwa cipta sastra bagaimanapun juga merupakan bagian dari zamannya. Selain itu pemahaman terhadap biografi pengarang juga sangat penting dalam upaya memahami kandungan makna dalam suatu cipta sastra.
  1. Pendekatan Sosiopsikologis dalam Mengapresiasi Sastra
            Pendekatan sosiopsikologis adalah suatu pendekatan yang berusaha memahami latarbelakang kehidupan sosial budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupannya ataupun zamannya pada saat sastra itu diwujudkan.
  1. Pendekatan Didaktis dalam Meapresiasi Sastra
            Pendekatan diktatis adalah sutu pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan evaluatif maupun sikap pengarang terhadap kehidupan. Gagasan, tanggapan maupun sikap itu dalam hal ini akan mampu terwujud dalam suatu pandangan etis, filsofis, maupun agamis sehingga akan mengandung nilai-nilai yang mampu memperkaya kehidupan rohaniah pembaca.
            Menurut Olsen pendekatan bila dikaitkan dengan proses kelangsungan apresiasi, meliputi pendekatan emotif, pendekatan ekspresif, pendekatan kognitif, pendekatan semantis dan pendekatan struktural. Sedang bila dikaitkan dengan landasan teori yang digunakan, dalam kegiatan apresiasi sastra terdapat sejumlah teori, meliputi: teori fenomologi, hermeneutika, formalisme, strukturalisme, semiotika, resepsi, dan teori psikoanalisis.




           










                                 4. TINJAUAN PENDEKATAN DAN TEORI          
SERTA MANFAAT DALAM MENGAPRESIASI SASTRA

  1. Tinjauan Pendekatan dan Teori
            Dari adanya kompleksitas unsur-unsur sastra terdapat aneka ragam pendekatan maupun berbagai macam teori atau aliran dalam rangka analisis teks sastra.
a.         Aliran fenomologi, merupakan aliran yang lebih banyak memusatkan perhatiannya pada aspek makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam teks sastra.
b.        Aliran hermeneutika berdasar pada filsafat dari Edmund Husserl, upaya pemahaman makna puisi yang dilaksanakan lewat transendesi subjektif terhadap realitas sastra yang semata-mata terpapar dalam teks sastra tidaklah tepat. Realitas dalam teks sastra tidak dapat dilepaskan dari dunia kehidupan dan waktu. Untuk memahami makna yang terkandung didalamnya, perlu ditelaah hubungan teks sastra itu dengan kehidupan sosial budaya yang melatar belakangi unsur kesejarahannya.
c.         Aliran Formalisme menekankan pada aspek bentuk atau aspek kebahasaan
d.        Aliran strukturalisme yang menunjukan adanya berbagai keragaman meskipun prinsip dasarnya sama yaitu sastra merupakan struktur verbal yang bersifat otonom dan dapat dipisahkan dari unsur-unsur  lain yang menyertainya. Asumsi dasar strukturalisme menurut Teew adalah teks sastra merupakan keseluruhan, kesatuan yang bulat yang mempunyai koherensi batiniah.
  1. Manfaat mengapresiasi sastra
Lewat karya sastra seseorang dapat menambah pengetahuannya tentang kosa kata dalam suatu bahasa, tentang pola kehidupan suatu masyarakat. Mereka yang menjadi guru dapat memanfaatkan perolehan hasil bacanya dalam rangka mengajar disekolahnya, seorang itu memiliki bahan cerita untuk putra dan suami cerita, seorang penceramah dapat memberikan selingan cerita kepada pendengarnya secara mudah.
a.  Manfaat secara umum
Manfaat yang diperoleh lewat kegiatan membaca sastra secara umum yaitu mendapat hiburan dan mengisi waktu luang.
b.  Manfaat secara khusus
Ø Memberikan informasi yang berhubungan dengan pemerolehan nilai – nilai kehidupan.
Ø Memperkaya pandangan atau wawasan kehidupan sebagai salah satu punsur yang berhubungan dengan pemberian arti maupun peningkatan nilai kehidupan manusia itu sendiri
Ø Membaca dapat memperoleh dan memahami nilai – nilai budaya dari setiap zaman yang melahirkan cipta sastra itu sendiri
Ø Mengembangkan sikap kritis pembaca dalam mengamati perkembangan zamannya, sejalan dengan kedudukan sastra itu sendiri sebagai salah satu kreasi manusia yang mampu menjadi semacam peramal tentang perkembangan zaman itu sendiri di masa yang akan datang.



























Tidak ada komentar:

Posting Komentar