Rabu, 25 April 2012

awal bertemu. . 2005

hehehe. . . sebenarnya yang di atas tuh bukan gambarku siih. . tapi tak apalah. . biar agak romantiiss. . hehehe


gara-gara tuuh bunga. . aku jadi luluh klepek-klepek . . hehehe









dan akhirnya. . kita bersama. .
ke abadian hanyalah milik-Nya tapi doa ini smga ttp abadi. .
:*









(agak lebay yaah. . hehehe)

inilah saya. .

photo di atas adalah teman-temanku. . aku paling pojok ndiri. . hehehehe. . . yang pakai jilbab ungu itu namanya shionta sama epril. . jilbab ijau ebty. . jilbab putiiih itu dewi. . dan yang pake jilbab merah itu ephaaaa. . hahaha. . dan yang disebutin itu aku. . :)


nah kalu yang di samping ini. . adalah teman PPL ku. . haha cantik kan. .
aku pernah PPL di SMP AL ISLAM KARTASURA. .
di sinilah awal kegiatanku berkarir menjadi guru dan sampai sekarang. . oyeeeee. . .






kalu photo yang ini, aku mulai praktik mikroteaching di lab UMS. .
udah persis karya ibu pejabat gak yaaa??eehhm. . calon kya'nya ya. . hahahaha
amien ya rob. .






nah yang di ats tu tuuuh. . aku lagi ngeksis di kantor. . hahah . . sok imuuut




Selasa, 24 April 2012

alih kode dan campur kode


A. Pengertian kode
Istilah kode dipakai untuk menyebut salah satu variasi didalam hierarki kebahasaan, sehingga selain kode yang mengacu kepada bahasa (seperti bahasa inggris, belanda, jepang, Indonesia), juga mengacu kepada variasi bahasa, seperti variasi regional (bahasa jawa dialek Banyuwas, Jogja-solo, Surabaya),  juga varian kelas sosial disebut dialek sosial atau sosiolek ( bahasa jawa halus dan kasar ), varian ragam dan gaya dirangkum dalm laras bahasa (gaya sopan, gaya hormat, atau gaya santai), dan varian kegunaan atau register (bahasa pidato, bahasa doa, dan bahasa lawak)
Kenyataan seperti diatas menunjikkan bahwa hierarki kebahasaan dimulai dari bahasa/language pada level paling atas disusul dengan kode yang terdiri atas varian, ragam, gaya dan register.

B. Alih Kode
Alih kode (code switching) adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain. Misalnya penutur menggunakan bahasa Indonesia beralih menggunakan bahasa jawa. Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa (languagedependecy) dalam masyarakat multilingual.
Dalam masyarakat multilingual sangat sulit seorang penutur mutlak hanya menggunakan satu bahasa. Dalam alih kode masing-masing bahasa masih cendwrung mendukung fungsi masing-masing dan masing-masing fungsi sesuai dengan konteksnya. Appel memberikan batasan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena perubahan situasi.
Suwito (1985) membagi alih kode menjadi dua, yaitu
  1. alih kode ekstern
bila alih bahasa, seperti dari bahasa indonesia beralih kebahasa inggris atau sebaliknya dan
  1. alih kode intern
bila alih kode berupa alih varian, seperti dari bahasa jawa ngoko merubah ke krama.

Beberapa faktor yang menyebabkan alih kode adalah:
  1. penutur
seorang penutur kadang dengan sengaja beralih kode terhadap mitra tutur karena suatu tujuan. Misalnya mengubah situasi dari resmi menjadi tidak resmi atau sebaliknya.
  1. mitra tutur
mitra tutur yang terletak belakang kebahasaannya sama dengan penutur biasanya beralih kode dalam wujud alih varian dan bila mitra tutur berlatar belakang kebahasaan berbeda cenderung alih kode berupah alih bahasa.
  1. hadirnya penutur kerja
untuk menetralisasikan situasi d kode, apalagi bila latarbelakang kebahasaan mereka berbeda.
  1. pokok pembicaraan
pokok pembicaraan atau topik merupakan faktor yang dominan dalam menentukan terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan yang bersifat formal biasanya diungkapkan dengan ragam baku, dengan gaya netral dan serius dan pokok pembicaraan yang bersifat informal disampaikan dengan bahasa takbaku,gaya sedikit imosional, dan serba seenaknya.
  1. untuk membangkitkan rasa humor
biasanya dilakukan dengan alih varian, alih ragam, atau alih gaya bicara.
  1. untuk sekadar bergengsi
walaupun faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor sosio-situasional tidak menharapkan adanya alih kode, terjadi alih kode, sehingga tampak adanya pemaksaan, tidak wajar, dan cenderung tidak komunikatif.

C. Campur Kode
Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan insur bahasa lainnya. Hal ini berhubungan dengan karakteristik penutur, seperti latar belakang sosil, tingkat pendidikan, rasa keagamaan, biasanya cici menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga da keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi. Campur kode termasuk juga konvergensi kebahasaan ( linguistic convergence ).

Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu:
  1. campur kode kedalam ( innercode-micing)
campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya
  1. campur kode ke luar ( outer code-mixing ): campur kode yang berasal dari bahasa asing
latarbelakang terjadinya campur kode dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
  1. sikap (attitudinal type)
latar belakang sikap penutur
  1. kebahasaan (linguistik type)
latarbelakang keterbatasan bahasa, sehingga ada alasan identifikasai peranan, identifikasi ragam, dan keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan.
Dengan demikian campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal nalik antara peranan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa.
Beberapa wujud campur kode,
  1. penyisipan kata
  2. menyisipan frasa
  3. penyisipan klausa
  4. penyisipan ungkapan atau idiom, dan
  5. penyisipan bentuk blaster (gabungan pembentukan asli dan asing)


D. Persamaan dan perbedaan Alih Kode dan Campur Kode
Persamaan alih kode dan campur kode adalah kedua peristiwa ini lazim terjadi dalam masyarakat multi lingual dalam menggunakan dua bahasa atau lebih. Namun terdapat perbedaan yang cukup nyata, yaitu alih kode terjadi dengan masing-masing bahasa yang digunakan masih memiliki otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan disengaja, karena sebab-sebab tertentu
Sedangkan campur kode adalah sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan memiliki fungsi dan otonomi, sedangkan kode yang lain yang terlibat dalam penggunaan bahasa tersebut hanyalah berupa serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi dan otonomi sebagai sebuah kode. Unsur bahasa lain hanya disisipkan pada kodeutama dan kode dasar. Sebagai contoh penutur menggunakan bahasa dalam peristiwa tutur menyisipkan unsur bahasa jawa, sehingga tercipta bahasa indonesia kejawa-jawaan.

Thelander membedakan alih kode dan campur kode dengan apabila suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain tersebut sebagai alih kode. Tetapi apabila dalam suatu peristiwa tutur klausa atau frasa yang digunakan terdiri atas klausa atau frasa campuran (hybrid clases/hybrid phares) dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsinya sendiri tersebut sebagai campur kode.

            Sebelum kita mengetahui mengenai hakikat alih kode dan campur kode, kita harus lebih paham benar konsep kode tersebut. Kode disini bukanlah kode yang mengarah keunsur bahasa secara perspektif melainkan kode disini ialah varian yang terdapat dalam bahasa tersebut. Varian disini yang dimaksud adalah tingkat-tingkatan, gaya cerita dan gaya percakaoan. Ada beberapa definisi hakekat mengenai alih kode tersebut, scontton menganggap bahwa alih kode merupakan penggunaan dua varian atau varietas linguistik atau lebih dalam percakapan atau interaksi yang sama. Sedangkan nababan berasumsi konsep alih kode ini mencakup juga kejadian dimana kita beralih dari satu ragam fungsiolek ke ragam yang lain atau dari satu dialeg ke dialek yang lain.
Sebagaimana kita bisa mencotohkan peralihan yang terjadi dalam bahasa daerah ke bahasa Indonesia atau sebaliknya. Dari contoh tersebut dapat kita tarik garis lurus, bahwa alih kode merupakan peralihan kode bahasa dalam satu peristiwa komunikasi verbal. Pola alih kode dapat kita bagi menjadi dua yaitu berdasar linguistik maupun partisipan. Pola linguistik terdapat pola alih kode intrabahasa, yang dalam pola itu terjadi pada varian dalam satu bahasa.  Sedangkan yang kedua adalah pola alih kode antarbahasa, dalam pola ini pilihan kode beralih dari varian suatu bahasa ke bahasa lain. Jika dilihat dari partisipan dapat dibagi menjadi dua kembali yakni dimensi intrapartisipan dan dimensi antarpartisipan. Faktor yang mengakibatkan terjadinya alih bahasa sosial,individu dan topik. Fakor sosial dapat kita pilih antara penggunaan bahasa partisipan dan status sosial. Faktor individu seperti yang dikembangkan oleh Wojowasito dilandasi oleh spontanitas, emosi dan kesiapan, yang dimaksud kesiapan disini ialah kesiapan kebendaharaan kata dan kesiapan pola kalimat.
Menurut fasold campur kode ialah fenomena yang lebih lembut dari fenomena alih kode. Dalam campur kode terdapat serpihan-serpihan suatu bahasa yang digunakan oleh seorang penutur tetapi pada dasarnya dia menggunakan satu bahasa yang tertentu. Serpihandisini dapat terbentuk kata, frasa atau unit bahasa yang lebih besar. Campur kode memiliki ciri-ciri yakni yang tidak ditentukan oleh pilihan kode, tetapi berlangsung tanpa hal yang menjadi tuntutan seorang untuk mencampurkan unsur atuu varian bahasa kedalam bahasa lain, campur kode berlaku pada bahasa yang berbeda, terjadi pada situasi yang informal, dalam situasi formal terjadi hanya kalau tidak tersedia kata atau ungkapan dalam bahasa yang sedang digunakan. Perbedaan antara alih kode dan campur kode ialah pertama alih kode itu mengarah pada terjemahan pada padanan istilah code switghing, sedangkan campur kode merupakan terjemahan pada padanan istilah kode mixing dalam bahasa inggris. Kedua dalam alih kode ada kondisi yang menuntut penutur beralih kode, dan hal itu menjadi kesadaran penutur, sedangkan campur kode terjadi tanpa ada kondisi yang menuntut pencampuran kode itu. Dan ketiga pada alih kode penutur menggunakan dua varian baik dalam bahasa yang sama maupun dalam bahasa yang berbeda. Pada campur kode yang terjadi bukan peralihan kode, tetapi bercampurnya unsur suatu kode ke kode yang sedang digunakan untuk penutur. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, interferensi ialah masuknya unsur suatu bahasa ke bahasa lain yang mangakibatkan pelanggaran kaidah bahasa yang dimasukinya baik pelanggaran kaidah fonologi, gramatikal, leksikal maupun semantis. Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi yang pertama adalah faktor kontak bahasa disini bahasa-bahasa yang digunakan dalam masyarakat itu saling berhubungan sehingga perlu digunakan alat pengungkap gagasan. Karena faktor tersebut maka terdapat interferensi performansi. Atau interferensi sistemis. Yang kedua ialah faktor kemampuan berbahasa yang akan mengakibatkan interferensi muncul. Jika kita melihat dari segi unsur bahasa yang dikuasai terdapat interferensi progresif (interferensi terjadi dalam bentuk masuknya unsur bahasa yang sudah dikuasai ke bahasa yang dikuasai sebelumnya) dan interferensi regresif (masuknya unsur bahasa yang dikuasai kemudian ke bahasa yang sudah dikuasai).

URGENSI PEMAHAMAN PRINSIP-PRINSIP PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP BAGI CALON GURU BAHASA INDONESIA


URGENSI PEMAHAMAN PRINSIP-PRINSIP PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP BAGI CALON GURU BAHASA INDONESIA

Disusun Dalam Rngka Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu Drs. A.Muthalin,M.Hum.

Disusun oleh :
DIYAN SAFITRI
A310080143

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DAN SASTRA DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS  MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010

BAB 1
PENDAHULUAN
                               
  1. LATARBELAKANG
                    Pandangan hidup bangsa pada dasarnya berpangkal pada kodrat manusia, hanya karena pendapat masing-masing bangsa tentang kodrat ini berbeda, maka menimbulkan pandangan hidup yang berbeda pula. Pandangan hidup bagi bangsa indonesia adalah pancasila sebagai jiwa bangsa indonesia yang kemudian diwujudkan dalam bentuk tingkah laku dan amal perbuatan menjadi kepribadian bangsa. maka dari itu pancasila mempunyai prinsip-prinsip yang kuat untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa agar bangsa tersebut tidak tercerai berai dan menjadi bangsa yang satu. Pancasila ditinjau dari proses terjadinya adalah merupakan perjanjian luhur dari segenap rakyat indonesia, yang disepakati oleh para wakil-wakilnya menjelang dan sesudah proklamasi kemerdekaan. Sila-sila pancasila bersifat kesatuan organis, kelima sila Merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh, tidak dapat dipisahkan dan tidak dapat berdiri sendiri-sendiri terlepas dari yang lain, ,masing-masing mempunyai hubungan yang erat.

  1. RUMUSAN MASALAH
 Mengapa pemahaman prinsip-prinsip pancasila sebagai pandangan hidup penting bagi calon guru bahasa indonesia?

BAB 2
PRINSIP-PRINSIP DASAR PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP

A.    KEBERADAAN PANCASILA
                    Keberadaan pancasila sebagai alat pemersatu bangsa indonesia bahwa bangsa indonesia yang tinggal di berbagai daerah dan kepulauan yang letaknya terpencar satu sama lainnya, mempunyai berpuluh-puluh suku bangsa yang mempunyai beraneka ragam kebudayaan, bahasa, adat istiadat, kesenian dan kepercayaan. Dengan menggunakan pancasila sebagai dasar negara dan falsafah hidup bangsa, maka persatuan dan kesatuan bangsa akan bertambah kokoh dan kuat, karena masing-masing sila bukan hanya dapat diterima melainkan juga dapat menimbulkan semanagat persatuan dikalangan berbagai golongan dan suku bangsa di indonesia ini.
1. Sila ketuhanan Yang Maha Esa dapat meliputi dan mencakup semua agama dan kepercayaan yang telah diakui dan diamalkan oleh bangsa indonesia, dan memberikan jaminan kebebasan memeluk agama serta beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaan itu.
2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, menjamin adanya adanya pengakuan dan persamaan di antara suku- suku bangsa yang ada di indonesia.
3. Sila persatuan indonesia atau kebangsaan merupakan sila yang paling jelas menyatukan kepentingan bersama dari semua golongan, semua suku bangsa dan semua daerah diwilayah nusantara ini karena tidak ada satupun yang lebih diistimewakan dari yang lain.
4. Sila kerakyatan juga akan menjamin adanya persatuan dan kesatuan bangsa indonesia, karena semua golongan dalam masyarakat diakui mempunyai hak dan kewajiban yang sama, dan mempunyai kesepampatan yang sama untuk ikut serta dalam pemerintahan.
5. Sila keadilan sosial akan dapat menjamin adanya ketenangan dan ketentraman dalam masyarakat.
B.     PANCASILA SEBAGAI  PANDANGAN HIDUP
                    Pancasila merupakan falsafah hidup/pandangan hidup bangsa (Weltanschauung), yaitu pandangan hidup, pegangan atau petunjuk dalam kehidupan sehari-hari, dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dalam kehidupan masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya. Setiap tingkah laku dan perbuatan kita bangsa indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dari semua sila pancasila :
1. Bangsa indonesia sebagai bangsa religius percaya bahwa mereka akan mendapat keselamatan dan kebahagiaan didunia dan di akhirat..
2. Sebagai bangsa yang religius, bangsa indonesia bukan termasuk penganut teori evolusi dari Darwin.
3. Kedua pandangan hidup tersebut diatas akan menimbulkan keyakinan akan adanya kesamaan derajat kemanusiaan di hadapan Tuhan Yang Maha Easa yang melahirkan kesaan dan kesatuan cita-cita yang luhur.
4. Keyakinan akan adanya persamaan derajat di antara sesama manusia menimbulkan suatu pandangan bahwa segala sesuatu mengenai kepentingan manusia harus diatur bersama-sama di antara mereka dan diurus berdasarkan hasil musyawarah di antara mereka.
5. Selanjutnya kerakyatan yang dilandasi oleh permusyawaratan ini tidak hanya terbatas pada bidang pemerintahan saja juga dalam bidang sosial ekonomi.
C.    PRINSIP-PRINSIP PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP
                    Pancasila mempunyai prinsip-prinsip yang kuat untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa agar bangsa tersebut tidak tercerai berai dan menjadi bangsa yang satu. pancasila sebagai sumbernya segala sumber hukum. Dalam tertib hukum di indonesia terdapat susunan hirarki dari peraturan perundangan/hukum yang berlaku, dimana UUD merupakan sumber hukum yang sangat penting, mengatasi dan membatasi aturan-aturan hukum lainnya, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Menurut ketetapan MPRS no. XX/MPRS/1966 tertanggal 6 juli 1966 yang mengesahkan memorandum DPR tanggal 9 juni 1966 (jo.Tap.MPR no. V/MPR/1978), mengenai sumber Tertib Hukum Republik Indonesia dan Tata Urutan Peraturan Perundangan Republik Indonesia, maka: ”sumber tata tertib hukum republik indonesia adalah pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kejiwaan serta watak dari bangsa indonesia, ialah cita-cita mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional, dan mondial, cita-cita politik mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara, cita-cita moral mengenai pengejawantahan dari pada Budi Nurani Manusia.


BAB 111
CALON GURU BAGASA INDONESIA

A.    KOPETENSI GURU BAHASA INDONESIA
1. Memahami landasan dan wawasan kependidikan
Memahami landasan pendidikan, filosofis, sosilogis, kultural, psikologis, ilmiah dan teknologis, Memahami asas-asas pokok pendidikan,Memahami aliran-aliran pendidikan,Memahami teori belajar,Memahami perkembangan peserta didik, Memahami pendekatan sistim dalam pendidikan, Memahami tujuan pendidikan nasional, Memahami kebijakan-kebijakan pendidikan nasional, Memahami kebijakan pendidikan.Pemahaman landasan dan wawasan kependidikan terutama lebih ditekankan pada aspek pembelajaran Bahasa Indonesia
2. menguasai materi pembelajaran Bahasa Indonesia .
Menguasai pokok-pokok bahasan pemnbelajaran Bahasa Indonesia.
menguasai materi pembelajaran mencakup penguasaan konsep diatasnya yang diperlukan untuk memperkuat penguasaan materi.
3. menguasai pengolaan pembelajaran Bahasa Indonesia.
4. menguasai evaluasi pembelajaran Bahasa Indonesia.
5. memiliki kepribadian, wawasan profesi, dan pengembangannya



B.     KURIKULUM BAHASA INDONESIA
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.       Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungan.
b.      Beragam dan terpadu.
c.       Tanngapan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d.      Relavasi dengan kebutuhan kehidupan.
e.       Menyeluruh dan berkesinambungan.
f.       Belajar sepanjang hayat.
g.      Seimbangan antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah.
              Kurikulum bahasa dan sastra indonesia dalam proses pembelajaran sesuai dengan kurikulum KTSP. KTSP dalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksenakan oleh masing-masing satuan pendidikan.KTSP dikembangkan oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah. Adapun landasan-landasan KTSP yaitu UU RI  NO 20 tahun 2003 tentang sisdiknas, Peraturan pemerintah RI NO 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Standar isi, Standar kopetensi lulusan.
                                                                                             





BAB 1V
URGENSI PEMAHAMAN PRINSIP-PRINSIP PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP BAGI CALON GURU BAHASA INDONESIA

                    Prinsip-prinsip pancasila sebagai pandangan hidup ini merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hal ini menyangkut tentang pandangan hidup seseorang terhadap pancasila, kita telah mengetahui bahwa bahasa indonesia bagi bangsa indonesia mempunyai peran yang sangat penting yaitu sebagai bahasa pemersatu dari segala macam bahasa yang ada di indonesia.
Kita sebagai calon guru bahasa indonesia wajib menjunjung tinggi bahasa persatuan kita yaitu bahasa indonesia. Seperti kita ketahui bahwa pancasila sebagai pandangan hidup merupakan falsafah hidup/pandangan hidup bangsa (Weltanschauung), yaitu pandangan hidup, pegangan atau petunjuk dalam kehidupan sehari-hari, dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dalam kehidupan masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya. Dan kita sebagai sebagai calon guru bahas indonesia harus bisa berbahasa indonesia dengan benar dan baik. Dan sebagai guru haruslah bisa bersikap adil bagi para murid atau siswa yang kita didik. Karena semua anak itu mempunyai karakter Yang berbeda-beda dan kita sebagai guru haruslah bisa memahami hal tersebut agar bisa menciptakan persatuan antara guru dan murid.


BAB V
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
                    Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip pancasila sebagai pandangan hidup sangatlah penting karena pancaasila merupakan alat pemersatu bangsa.
Adapun isi dari pancasila yaitu:
1.      Ke Tuhanan Yang Maha Esa.
2.      Kemanusiaan yang adil dan beradap.
3.      Persatuan Indonesia.
4.      Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.
5.      Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Dan  kelima sila merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh, tidak dapat dipisahkan dan tidak dapat berdiri sendiri-sendiri terlepas dari yang lain, masing-masing mempunyai hubungan yang erat.
                    Dan kita sebagai calon guru bahasa indonesia harus dapat mendidik siswa atau murid agar mengerti dalam penggunaan bahasa indonesia, karena bahasa indonesia merupakan bahasa pemersatu bangsa indonesia.
                                                                                               



DAFTAR PUSTAKA

Bakry, MS Noor. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Pustaka Pelajar : Yogyakarta

Kaelan, H, dan Achmad Zubaedi. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Paradigma: Yogyakarta.











LAMPIRAN

LAMPIRAN

LAMPIRAN

STILISTIKA Teori, Metode dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa

RESUM BUKU
STILISTIKA
 Teori, Metode dan Aplikasi Pengkajian Estetika Bahasa

Disusun guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Stilistika
Dosen Pengampu: Dr. Ali Imran Al- Ma’ruf, M.Hum



Disusun oleh :
Diyan Safitri  (A. 310 080 143)


PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Bahasa Karya Sastra
Karya sastra merupakan karya imajinatif bermediumkan bahasa yang fungsi estetiknya dominan. Sebagai media ekspresi karya sastra, bahasa sastra dimanfaatkan oleh sastrawan guna menciptakan efek makna tertentu guna mencapai makna estetik. Bahasa sastra sebagai media ekspresi sastrawan dipergunakan untuk memperoleh nilai seni karya sastra, dalam hal ini berhubungan dengan style’ gaya bahasa’ sebagai sarana sastra.Dengan demikaian plastis bahasa dibutuhkan dalam bahasa sastra agar memiliki fungsi estetik yang dominan. Untuk memperoleh efektivitas pengungkapan, bahasa dalam sastra disiasati, dimanipulasi, diekploitasi, dan didayagunakan  secermat mungkin sehingga tampil dengan bentuk yang plastis yang berbeda dengan bahasa nonsastra.
Bahasa sasra berhubungan dengan fungsi semiotik bahasa sastra. Bahasa merupakan sistem semiotik tingkat pertama sedangkan sastra merupakan sistem semiotik tingkat kedua (Abrams,1981:172). Bahasa memiliki arti berdasarkan konvensi bahasa, yang menurut Riffaterre ( 1978) arti bahasa disebut meaning (arti), sedangkan arti bahasa sastra disebut significance ( makna).
B.     Ciri Khas Bahasa Sastra
Secara rinci bahasa sastra memiliki sifat antara lain: emosional, konotatif, bergaya (berjiwa), dan ketidaklangsungan ekspresi. Emosional, berarti bahasa sastra mengandung ambiguitas yang luas yakni penuh homonim, manasuka atau kategori-kategori tak rasional, bahasa sastra diresapi peristiwa-peristiwa sejarah, kenangan dan asosiaso-asosiasi. Bahasa sastra konotatif, artinya bahasa sastra mengandung banyak arti tambahan, jauh dari hanya bersifat referensial (Wellek & Werren, 1989:22-25)
Sifat bahasa sastra dilihat dari segi gaya bahasa merupakan bahasa yang digunakan secara khusus untuk menimbulkan efek tertentu, khususnya efek estetis (Pradopo, 1997: 40). Keraf (1991:113) menegaskan bahwa gaya bahasa disusun untuk mengungkapkan pikiran secara khas yang memperlihatkan perasaan jiwa dan kepribadian penulis. Gaya bahasa itu adalah cara yang khas dipakai seseorang untuk mengungkapkan diri pribadi ( Hartoko dan Rahmanto, 1986: 137);
Menurut Riffaterre (1978:2) ketaklangsungan ekspresi itu disebabkan oleh tiga hal, yakni : penggantian arti (displacing of meaning), penyimpangan arti ( distorting of meaning), dan penciptaan arti ( creating of meaning). Penggantian arti dilakukan dengan penggunaan metafora dan metonimia. Penyimpangan arti disebabkan oleh adanya pemakaian ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense. Penciptaan arti berupa pengorganisasian ruang teks.


BAB II
STYLE’ GAYA BAHASA DAN STILISTIKA


A.    Style’ Gaya Bahasa’
Sesuai dengan konteks kajiannya yakni karya sastra yang bermediumkan bahasa, style diartikan sebagai gaya bahasa. Gaya bahasa adalah cara pemakaian bahasa dalam karangan, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan (Abrams, 1981:190-191). Menurut Leech & short, style menyaran pada cara pemakaian bahasa dalam konteks tertentu, oleh pengarang tertentu, untuk tujuan tertentu. Gaya bahasa bagi Ratna (2007:232) adalah keseluruhan cara pemakaian (bahasa) oleh pengarang dalam karyanya. Hakikat ‘style’ adalah teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang diungkapkan.
Chomsky menggunakan istilah deep structure(struktur batin) dan surface structure (struktur lahir), yang identik pula dengan isi dan bentuk dalam gaya bahas (Fowler,1997:6). Bagi Keraf (1991:113), gaya bahasa merupakan cara pengungkapan pikiran melalui bahasa khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pengarang. Suyadi San (2005:11), berpendapat bahwa gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahas secara khas memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulisnya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa style’gaya bahasa’ adalah cara mengungkapkan gagasan dan perasaan dengan bahasa khas sesuai dengan kreativitas, kepribadian dan karakter pengarang untuk mencapai efek tertentu, yakni efek estetik atau efek kepuitisan dan efek penciptaan makna. Gaya bahasa dalam sastra berhubungan erat dengan ideologi dan latar sosiokultural pengarangnya.
B.     Stilistika
Secara harfiah stilistika berasal dari bahasa inggris: stylistics, yang berarti studi mengenai style’ gaya bahasa’ atau bahasa bergaya’. Secara istilah, stilistika adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra (Abrams,1979:165-167). Dapat dikatakan bahwa stilistika adalah proses menganalisis karya sastra dengan mengkaji unsur-unsur bahasa sebagai medium karya sastra yang digunakan sastrawan sehingga terlihat bagaimana perlakuan sastrawan terhadap bahasa dalam rangka menuangkan gagasannya. Selanjutnya Ratna (2007:236) menyatakan stilistika ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahaannya. Bagi Simpons (2004:2), stilistika adalah sebuah metode interpretasi tekstual karya sastra yang dipandang memiliki keunggulan dalam pemberdayaan bahasa.
Leech dan Short (1984:13) menyatakan bahwa stilistika adalah studi tentang wujud perfomansi kebahasaaan, khususnya yang terdapat dalam karya sastra. Bagi Chapman (1977:15), stilistika juga bertujuan untuk menentukan seberapa jauh dan dalam hal apa bahasa yang digunakan dalam sastra memperlihatkan penyimpangan, serta bagaimana pengarang menggunakan tanda-tanda linguistik untuk mencapai efek khusus. Menurut Junus (1989:17), hakikat stilistika adalah studi mengenai pemakaian bahasa dalam karya sastra. Stilistika dipakai sebagai ilmu gabung, yakni linguistik dan ilmu sastra. Seperti dinyatakan Kridalaksana (1988:157), stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra; ilmu interdisipliner antara linguistik pada penelitian gaya bahasa.
Menurut Tuener (1977:7-8), stilistika tidak hanya merupakan studi gaya bahasa dalam kesusastraan saja, melainkan juga studi gaya dalam bahasa pada umumnya meskipun fokus perhatiannya pada bahasa kesusastraan yang paling sadar dan kompleks. Cuuming dan Simons (1986:16) menambahkan stilistika merupakan cabang linguistik dan analisisnya berorientasi kepada linguistik.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa stilistika merupakan ilmu yang mengkaji wujud pemakaian bahasa dalam karya sastra yang meliputi seluruh pemberdayaan potensi bahasa, keunikan dan kekhasan bahasa serta gaya bunyi, pilihan kata, kalimat, wacana, citraan, hingga bahasa figuratif. Stilistika sebagai ilmu yang mengkaji penggunaan bahasa dalam karya sastra yang berorientasi liuguistik atau menggunakan parameter linguistik dapat dilihat pada batasan stilistika sebgai berikut:
Pertama, stilistika merupakan bagian linguistik yang menitikberatkan kajiannya kepada variasi penggunaan bahasa dan kadangkala memberikan perhatian kepada penggunaan bahasa yang kompleks dalam karya sastra (Turner, 1977:7).
Kedua, stilistika dapat dikatakan sebagai studi yang menghubungkan antara bentuk linguistik dengan fungsi sastra (Leech dan Short,1984:4)
Ketiga, stilistika adalah ilmu kajian gaya yang digunakan untuk menganalisis karya sastra (Keris Mas, 1990:3)
Keempat, stilistika mengkaji wacana sastra dengan berorientasi linguistik dan merupakan pertalian antara linguistik dan kritik sastra. Secara morfologis, dapat dikatakan bahwa komponen style berhubungan dengan kritik sastra, sedangkan komponen istic berkaitan dengan linguistik (Widdowson, 1979:3).


BAB III
FUNGSI STYLE’GAYA BAHASA’ DAN TUJUAN STILISTIKA

A.    Fungsi Style ‘Gaya Bahasa’
Fungsi gaya bahasa dalam karya sastra adalah sebagai alat untuk :
1.      Meninggikan selera, artinya dapat meningkatkan minat pembaca/pendengar untuk mengikuti apa yang disampaikan pengarang/pembicara
2.      Mempengaruhi atau meyakinkan pembaca/pendengar, artinya dapat membuat pembaca semakin yakin dan mantap terhadap apa yang disampaikan pengarang/pembicara
3.      Menciptakan keadaan perasaan hati tertentu, artinya dapat membawa pembaca hanyut dalam suasana hati tertentu, seperti kesan baik atau buruk, perasaan senang atau tidak senang, benci, dan sebagainya setelah menangkap apa yang dikemukakan pengarang
4.      Memperkuat efek terhadap gagasan, yakni dapat membuat pembaca terkesan oleh gagasan yang disampaikan pengarang dalam karyanya.
B.     Tujuan Stilistika
Dalam kedudukannya sebagai teori dan pendekatan penelitian karya sastra yang berorientasi linguistik, stilistika mempunyai tujuan sebagai berikut:
1.         Untuk menghubungkan perhatian kritikus sastra dalam apresiasi estetik dengan perhatian linguis dalam deskripsi linguistik, seperti yang dikemukakan oleh Leech & Short (1984:13)
2.         Untuk menelaah bagaimana unsur-unsur bahasa ditempatkan dalam menghasilkan pesan-pesan aktual lewat pola-pola yang digunakan dalam sebuah karya sastra (Widdowson, 1979:202)
3.         Untuk menghubungkan intuisi-intuisi tentang makna-makna dengan pola-pola bahasa dalam teks (sastra) yang dianalisis.
4.         Untuk menuntun pemahaman yang lebih baik terhadap makna yang dikemukakan pengarang dalam karyanya dan memberikan apresiasi yang lebih terhadap kemampuan bersastra pengarangnya (Brooke,1970:131)
5.         Untuk menemukan prinsip-prinsip artistik yang mendasai pemilihan bahasa seorang pengarang. Sebab, setiap penulis memiliki kualitas individual masing-masing (Leech dan Short,1984:74)
6.         Kajian stilistika akan menemukan kiat pengarang dalam memanfaatkan kemungkinan yang tersedia dalam bahasa sebagai sarana pengungkapan makna dan efek estetik bahasa (Sudjiman, 1995:56)
Dalam aplikasinya, kajian stolistika karya sastra ditinjau dari kompleksitasnya terbagi menjadi dua macam. Pertama, kajian stilistika karya sastra difokuskan pada pemberdayaan segenap potensi bahasa melalui ekploitasi dan manipulasi bahasa sebagai tanda-tanda linguistik semata. Tanda-tanda linguistik itu meliputi keunikan dan kekhasan bunyi bahasa, diksi, kalimat, wacana, bahasa figuratif dan citraan. Kedua, kajian stilistika yang secara lengkap mengkaji pemanfaatan berbagai bentuk kebahasaan yang sengaja diciptakan oleh sastrawan dalam karya sastra sebagai media ekspresi gagasannya.


BAB X
TEORI SEMIOTIK, INTERTEKS, RESEPSI SASTRA, DAN HERMENEUTIK DALAM PENGKAJIAN STILISTIKA

A.    Teori Semiotik
Pendekatan semiotik berpijak pada pandangan bahwa karya sastra sebagai karya seni, merupakan suatu sistem tanda (sign) yang terjalin secara bulat dan utuh. Sebagai sistem tanda ia mengenal dua aspek yakni penanda (signifiant) dan petanda (signifie). Sebagai penanda, karya sastra hanyalah artefak, penghubung antara pengarang dengan masayarakat pembaca.