Selasa, 24 April 2012

ANALISIS PUISI “HATIKU SELEMBAR DAUN” KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TEORI STRUKTURAL


ANALISIS PUISI “HATIKU SELEMBAR DAUN”
 KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO
DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TEORI STRUKTURAL

Disusun guna memenuhi tugas akhir semester mata kuliah “Pengkajian Puisi”
Dosen pengampu: Drs. Adyana Sunanda
Disusun oleh:
Diyan Safitri
A 3100 80 143

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DAN SASTRA DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Karya sastra merupakan sebuah struktur. Sehingga karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik dan saling menentukan. Struktur memiliki tiga ide dasar, yaitu ide kesatuan, ide transformasi dan ide pengaturan diri sendiri (Hawkes, 1978: 16). Pertama, struktur itu merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat berdiri sendiri di luar struktur itu. Kedua, struktur itu berisi gagasan tranformasi dalam arti bahwa struktur itu tidak statis.
Struktur itu mampu melakukan prosedur transformasional, dalam arti bahan-bahan baru diproses dengan prosedur dan melalui prosedur itu. Ketiga, struktur itu mengatur diri sendiri, dalam arti struktur itu tidak memerlukan pertolongan bantuan dari luar dirinya untuk mensahkan prosedur transformasinya. Setiap unsur mempunyai fungsi tertentu berdasarkan aturan dalam struktur itu. Setiap unsur mempunyai fungsi berdasarkan letaknya.
Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Untuk memahami, karya harus dianalisis (Hill, 1966: 6). Dalam analisis itu, karya sastra diuraikan unsur-unsur pembentuknya. Dengan demikian, makna keseluruhan karya sastra akan dapat dipahami. Analisis struktural puisi adalah analisis puisi ke dalam unsur-unsurnya dan fungsinya bahwa setiap unsur itu mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur.
Menurut pikiran strukturalisme, dunia karya sastra merupakan susunan hubungan daripada benda-benda. Sebuah struktur dapat dipahami makna keseluruhannya bila diketahui unsur-unsur pembentuknya dan saling hubungan di antaranya dengan keseluruhannya. Unsur-unsur karya sebagai bagian dari struktur tidak mempunyai makna sendiri. Makna ditentukan oleh hubungannya dengan unsur-unsur lainnya dangan keseluruhan (Hawkes, 1978: 17-18).

B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas penulis menemui  masalah untuk dikaji:
Bagaimana analisis puisi dengan teori struktural?

C.    TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah tersebut penulis mempunyai tujuan:
Mendeskripsikan analisis puisi dengan teori struktural.

D.    MANFAAT
Dalam hal ini penulis memetik beberapa manfaat:
1.      Mengetahui tentang analisis puisi dengan teori struktural.
2.      Untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah “Teori Pengkajian Puisi”.







BAB II
PEMBAHASAN

                                    Analisis struktural puisi adalah analisis puisi ke dalam unsur-unsurnya dan fungsinya bahwa setiap unsur itu mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur. Analisis struktural meliputi, struktur fisik dan struktur batin puisi. Struktur fisik (surface structure)  terdiri dari perwajahan puisi (tipografi), diksi, imaji, kata konkret, gaya bahasa, rima dan irama. Sedangkan struktur batin (deep structure) terdiri dari tema (sense), rasa (feeling), nada (tone), dan amanat (intention).
HATIKU SELEMBAR DAUN
hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput;
nanti dulu, biarkan aku sejenak berbaring di sini;
ada yang masih ingin ku pandang yang selama ini senantiasa luput;
sesaat adalah abadi sebelum kau sapu tamanmu setiap pagi.

1.    Struktur fisik (surface structure)

a)    Perwajahan puisi (tipografi)
              Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi. Pada puisi diatas ditulis hanya dengan menggunakan huruf kecil, baik diawal maupun di amal baitnya sehingga puisi ini berbeda dengan puisi yang lain, karena kebanyakan  puisi-puisi yang dibuat memperhatihan kaidah yang berlaku.
              Namun dalam puisi  Hatiku Selembar Daun ini tidak memperhatikan kaidah yang berlaku, dan ini merupakan cirri khas tersendiri dari puisi ini. Selain itu diakhir baid ke-1 sampai tiga menggunakan tanda titik koma dan pada akhir baid keempat diakhiri dengan tanda titik, walaupun di awal tidak menggunakan huruf kapital.
             
b)   Diksi
              Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69). Dalam puisi ini penyair memilih kata-kata yang agak mudah dipahami oleh pembaca sehingga pembaca tidak terlalu sulit dalam mengetahui maksud dari puisi ini.

c)    Imaji
              Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair. Dalam puisi ini pengarang menggunakan imaji penglihatan, tercermin pada bait ke tiga yaitu “ada yang masih ingin ku pandang yang selama ini senantiasa luput.

d)   Kata konkret
              Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll. Dalam hal ini terwujud pada bait pertama yaitu “hatiku selembar daun dan melayang jauh di rumput.

e)    Gaya bahasa
            Gaya bahasa, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Gaya bahasa disebut juga majas. Adapaun macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi, sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks, antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks. Dalam hal ini penyair menggunakan gaya bahasa personifikasi, terwujut pada bait pertama yaitu “hatiku selembar daun melayang jauh di rumput”

f)    Rima dan irama
              Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Sedangkan irama adalah lagu kalimat yang digunakan penyair dalam mengapresiasikan puisinya. Dalam puisi ini penyair menggunakan rima ab-ab dan menggunakan irama yang menunjukkan penyesalan.

2.    Struktur batin (deep structure)
a)    Tema (sense)
              Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan. Dalam puisi ini penyair mengangkat tema tentang keagamaan yaitu orang yang telah lupa akan kewajibannya untuk beribadah. Terbukti pada bait terakhir yaitu “sesaat adalah abadi sebelum kau sapu tamanmu setiap pagi.

b)   Rasa (feeling)
              Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Dalam hal ini penyair merasakan penderitaan akibat ulahnya sendiri. Ia telah lupa akan kewajibannya untuk beribadah kepada Allah. Sehingga ia mengalami sakarotul maut yang sangat sulit.

c)    Nada (tone)
              Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll. Penyair menuangkan penderitaan yang dialaminya kepada pembaca dengan nada penyesalan karena telah menyia-nyiakan waktunya dengan berbuat dosa dan lupa akan kewajibannya untuk beribadah kepada Alah.

d)   Amanat (intention)
              Pesan pengarang yang terkandung di dalam puisi untuk pembaca. Pengarang mengingatkan kepada pembaca akan kecilnya manusia dimata Allah.Oleh karenaitu pengarang berpesan kepada pembaca untuk menggunakan waktu sebaik mungkin di dunia ini, bersyukur apabila mendapatkan rahmat dari Allah dan selalu beribadah dan berbuat baik sebelum ajal menjemput.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar