ANALISIS PUISI “HATIKU SELEMBAR DAUN”
KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO
DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TEORI STRUKTURAL
Disusun guna memenuhi tugas akhir semester mata
kuliah “Pengkajian Puisi”
Dosen pengampu: Drs. Adyana Sunanda
Disusun oleh:
Diyan Safitri
A 3100 80 143
PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DAN
SASTRA DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Karya sastra merupakan sebuah struktur. Sehingga
karya sastra itu merupakan susunan unsur-unsur yang bersistem, yang antara
unsur-unsurnya terjadi hubungan yang timbal balik dan saling menentukan.
Struktur memiliki tiga ide dasar, yaitu ide kesatuan, ide transformasi dan ide
pengaturan diri sendiri (Hawkes, 1978: 16). Pertama, struktur itu merupakan
keseluruhan yang bulat, yaitu bagian-bagian yang membentuknya tidak dapat
berdiri sendiri di luar struktur itu. Kedua, struktur itu berisi gagasan
tranformasi dalam arti bahwa struktur itu tidak statis.
Struktur itu mampu melakukan prosedur transformasional,
dalam arti bahan-bahan baru diproses dengan prosedur dan melalui prosedur itu.
Ketiga, struktur itu mengatur diri sendiri, dalam arti struktur itu tidak
memerlukan pertolongan bantuan dari luar dirinya untuk mensahkan prosedur
transformasinya. Setiap unsur mempunyai fungsi tertentu berdasarkan aturan
dalam struktur itu. Setiap unsur mempunyai fungsi berdasarkan letaknya.
Karya sastra adalah
sebuah struktur yang kompleks. Untuk memahami, karya harus dianalisis (Hill,
1966: 6). Dalam analisis itu, karya sastra diuraikan unsur-unsur pembentuknya.
Dengan demikian, makna keseluruhan karya sastra akan dapat dipahami. Analisis
struktural puisi adalah analisis puisi ke dalam unsur-unsurnya dan fungsinya
bahwa setiap unsur itu mempunyai makna hanya dalam kaitannya dengan unsur-unsur
lainnya, bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam struktur.
Menurut pikiran
strukturalisme, dunia karya sastra merupakan susunan hubungan daripada
benda-benda. Sebuah struktur dapat dipahami makna keseluruhannya bila diketahui
unsur-unsur pembentuknya dan saling hubungan di antaranya dengan
keseluruhannya. Unsur-unsur karya sebagai bagian dari struktur tidak mempunyai
makna sendiri. Makna ditentukan oleh hubungannya dengan unsur-unsur lainnya
dangan keseluruhan (Hawkes, 1978: 17-18).
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang diatas penulis menemui
masalah untuk dikaji:
Bagaimana
analisis puisi dengan teori struktural?
C.
TUJUAN
Berdasarkan
rumusan masalah tersebut penulis mempunyai tujuan:
Mendeskripsikan
analisis puisi dengan teori struktural.
D.
MANFAAT
Dalam
hal ini penulis memetik beberapa manfaat:
1.
Mengetahui tentang analisis puisi dengan
teori struktural.
2.
Untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah
“Teori Pengkajian Puisi”.
BAB II
PEMBAHASAN
Analisis struktural puisi adalah analisis puisi ke dalam
unsur-unsurnya dan fungsinya bahwa setiap unsur itu mempunyai makna hanya dalam
kaitannya dengan unsur-unsur lainnya, bahkan juga berdasarkan tempatnya dalam
struktur. Analisis struktural meliputi, struktur fisik dan struktur batin
puisi. Struktur fisik (surface structure) terdiri dari perwajahan puisi (tipografi), diksi, imaji, kata konkret,
gaya bahasa, rima dan irama. Sedangkan struktur batin (deep structure) terdiri dari tema (sense), rasa (feeling),
nada (tone), dan amanat (intention).
HATIKU
SELEMBAR DAUN
hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput;
hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput;
nanti
dulu, biarkan aku sejenak berbaring di sini;
ada
yang masih ingin ku pandang yang selama ini senantiasa luput;
sesaat
adalah abadi sebelum kau sapu tamanmu setiap pagi.
1. Struktur fisik (surface structure)
a)
Perwajahan puisi (tipografi)
Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti
halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya,
hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap
puisi. Pada puisi diatas ditulis hanya
dengan menggunakan huruf kecil, baik diawal maupun di amal baitnya sehingga
puisi ini berbeda dengan puisi yang lain, karena kebanyakan puisi-puisi yang dibuat memperhatihan kaidah
yang berlaku.
Namun dalam puisi Hatiku Selembar Daun ini tidak memperhatikan
kaidah yang berlaku, dan ini merupakan cirri khas tersendiri dari puisi ini.
Selain itu diakhir baid ke-1 sampai tiga menggunakan tanda titik koma dan pada
akhir baid keempat diakhiri dengan tanda titik, walaupun di awal tidak
menggunakan huruf kapital.
b)
Diksi
Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh
penyair dalam puisinya.
Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat
mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin.
Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi,
dan urutan kata. Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69).
Dalam puisi ini penyair memilih kata-kata yang agak mudah dipahami oleh pembaca
sehingga pembaca tidak terlalu sulit dalam mengetahui maksud dari puisi ini.
c)
Imaji
Imaji, yaitu kata atau susunan kata-kata yang dapat
mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti penglihatan, pendengaran, dan
perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji
penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat
mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, medengar, dan merasakan seperti apa
yang dialami penyair. Dalam puisi ini pengarang menggunakan
imaji penglihatan, tercermin pada bait ke tiga yaitu “ada yang masih ingin ku
pandang yang selama ini senantiasa luput.
d)
Kata konkret
Kata kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan
indera yang memungkinkan munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan
kiasan atau lambang. Misal kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta,
kehampaan hidup, dll., sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan
tempat kotor, tempat hidup, bumi, kehidupan, dll. Dalam hal ini
terwujud pada bait pertama yaitu “hatiku selembar daun dan melayang jauh di
rumput.
e)
Gaya bahasa
Gaya bahasa, yaitu bahasa berkias yang dapat
menghidupkan/meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito,
1986:128). Bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya
memancarkan banyak makna atau kaya akan makna (Waluyo, 1987:83). Gaya
bahasa disebut juga majas. Adapaun
macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi,
sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks,
antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
Dalam hal ini penyair menggunakan gaya bahasa personifikasi, terwujut pada bait
pertama yaitu “hatiku selembar daun melayang jauh di rumput”
f)
Rima dan irama
Rima adalah persamaan bunyi pada puisi, baik di awal,
tengah, dan akhir baris puisi. Sedangkan irama adalah lagu
kalimat yang digunakan penyair dalam mengapresiasikan puisinya. Dalam puisi ini
penyair menggunakan rima ab-ab dan menggunakan irama yang menunjukkan
penyesalan.
2. Struktur batin (deep structure)
a)
Tema (sense)
Tema/makna (sense); media puisi adalah bahasa.
Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna, maka puisi harus bermakna,
baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan.
Dalam
puisi ini penyair mengangkat tema tentang keagamaan yaitu orang yang telah lupa
akan kewajibannya untuk beribadah. Terbukti pada bait terakhir yaitu “sesaat
adalah abadi sebelum kau sapu tamanmu setiap pagi.
b)
Rasa (feeling)
Rasa (feeling), yaitu sikap penyair terhadap
pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Dalam hal ini
penyair merasakan penderitaan akibat ulahnya sendiri. Ia telah lupa akan
kewajibannya untuk beribadah kepada Allah. Sehingga ia mengalami sakarotul maut
yang sangat sulit.
c)
Nada (tone)
Nada (tone), yaitu sikap penyair terhadap
pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Penyair dapat
menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca
untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca,
dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
Penyair menuangkan penderitaan yang dialaminya kepada pembaca dengan nada
penyesalan karena telah menyia-nyiakan waktunya dengan berbuat dosa dan lupa
akan kewajibannya untuk beribadah kepada Alah.
d)
Amanat (intention)
Pesan pengarang yang terkandung di
dalam puisi untuk pembaca. Pengarang mengingatkan kepada pembaca akan kecilnya
manusia dimata Allah.Oleh karenaitu pengarang berpesan kepada pembaca untuk
menggunakan waktu sebaik mungkin di dunia ini, bersyukur apabila mendapatkan
rahmat dari Allah dan selalu beribadah dan berbuat baik sebelum ajal menjemput.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar