Selasa, 24 April 2012

ANALISIS PUISI “KAMI BERTIGA” KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO BERDASARKAN STRATA NORMA


ANALISIS PUISI “KAMI BERTIGA” KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO
BERDASARKAN STRATA NORMA
Disusun guna memenuhi tugas akhir semester mata kuliah Pengkajian Puisi
Dosen Pengampu: Drs. Adyana Sunanda












    Disusun Oleh
Nama        : Diyan Safitri
N I M        : A310080143


PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Puisi merupakan karya sastra yang memiliki struktur yang sangat kompleks yang terdiri dari beberapa strata (lapis) norma. Masing-masing norma menimbulkan lapis norma di bawahnya, yang dijelaskan oleh Rene Wellek sebagai berikut:
Lapis norma pertama adalah lapis bunyi (sound stratum). Bila orang membaca puisi, maka yang terdengar adalah serangkaian bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang, dan panjang. Lapis pertama yang berupa bunyi tersebut mendasari timbulnya lapis kedua yaitu lapis arti (units of meaning), karena bunyi-bunyi yang ada pada puisi bukanlah bunyi tanpa arti.
Rangkaian satuan-satuan arti tersebut menimbulkan lapis ketiga berupa unsur intrinsik dan ekstrinsik puisi, misalnya latar, pelaku, lukisan, objek-objek yang dikemukakan, makna implisit, sifat-sifat metafisis, dunia pengarang dan sebagainya.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas terdapat satu masalah yang perlu dikaji dalam penelitian ini, yaitu bagaimana menganalisis puisi “Kami Bertiga ” karya Sapardi Djoko Damono berdasarkan strata norma?

C.    Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis puisi “Kami Bertiga ” karya Sapardi Djoko Damono berdasarkan strata norma.








BAB II
PEMBAHASAN

KAMI BERTIGA
dalam kamar ini kami bertiga:
aku, pisau dan kata
kalian tahu, pisau barulah pisau kalau ada darah di matanya
tak peduli darahku atau darah kata
1.   Analisis Lapis Pertama (bunyi/ sound stratum)
Pembahasan lapis bunyi hanyalah ditujukan pada bunyi-bunyi yang bersifat istimewa atau khusus, yaitu bunyi-bunyi yang dipergunakan untuk mendapatkan efek puitis atau nilai seni. Ada asonansi serta aliterasi. Asonansi adalah pengulangan bunyi vokal pada sebuah baris yang sama. Sedangkan aliterasi terdiri dari pengulangan bunyi konsonan dari kata-kata yang berurutan serta sajak/rima awal.
Pada baris kedua dan ketiga ada asonansi vokal “a”
“aku, pisau dan kata”
“kalian tahu, pisau barulah pisau kalau ada darah di matanya”
Puisi diatas mempunyai rima/ sajak aa

2.   Analisis Lapis Kedua (arti/ units of meaning)
                 Dalam menganalisis arti, kita berusaha memberi makna pada bunyi, suku kata, kata, kelompok kata, kalimat, bait, dan pada akhirnya makna seluruh puisi.
                        Baris pertama dan kedua” dalam kamar ini kami bertiga, aku, pisau, dan kata” menggambarkan tokoh aku berada di dalam kamar. Di kamar  tersebut ada sebuah pisau dan sebuah kata. Baris ketiga “ kalian tahu pisau barulah pisau kalau ada darah di matanya” artinya menurut tokoh aku pisau baru dikatakan pisau jika ada darah yang menempel di mata pisau tersebut. Baris ketiga ini menceritakan keadaan tokoh aku yang sudah kacau pikirannya sehingga dia mengatakan seperti itu, dia mencoba mempergunakan pisau itu untuk melukai dirinya sendiri. Baris keempat “ tak peduli darahku atau darah kata” artinya tokoh aku tidak peduli dengan dirinya sendiri.

           
3.   Analisis Lapis Ketiga (objek-objek, latar, pelaku, dunia pengarang dan lain-lain)
                 Lapis arti menimbulkan lapis ketiga berupa objek-objek yang dikemukakan latar, pelaku, dunia pengarang, makna implisit, dan metafisis.
            Pada puisi “Kami Bertiga” objek yang dikemukakan adalah pisau, kata dan darah. Pelaku atau tokohnya adalah si aku, sedang latarnya di dalam kamar.
                        Dunia pengarang merupakan dunia atau cerita yang diciptakan penyair di dalam puisinya. Kita dapat menuliskan dunia pengarang dari puisi “Kami Bertiga” sebagai berikut:
                        Tokoh aku berada dalam kamar ditemani dengan pisau dan kata. Kata-kata yang membuat hatinya gelisah, sedih membuat dia ingin menggoreskan pisau tersebut dengan darahnya. Dia tidak peduli dengan dirinya sendiri.
                        Dalam puisi tersebut perasaan-perasaan si aku: gelisah, sedih dan putus asa.
                        Dalam puisi di atas ada pula unsur metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi. Unsur tersebut berupa kegundahan tokoh si aku setelah melihat kata yang membuatnya merasa gelisah lalu tokoh aku mencoba mempergunakan pisau yang ada di dalam kamarnya untuk hal yang negatif, yaitu untuk melukai dirinya sendiri.

           




Tidak ada komentar:

Posting Komentar