ANALISIS PUISI “KAMI BERTIGA” KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO
BERDASARKAN STRATA NORMA
Disusun
guna memenuhi tugas akhir semester mata kuliah Pengkajian Puisi
Dosen
Pengampu: Drs. Adyana Sunanda
Disusun
Oleh
Nama : Diyan Safitri
N I M : A310080143
PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2010
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Puisi merupakan karya sastra yang
memiliki struktur yang sangat kompleks yang terdiri dari beberapa strata
(lapis) norma. Masing-masing norma menimbulkan lapis norma di bawahnya, yang
dijelaskan oleh Rene Wellek sebagai berikut:
Lapis norma pertama adalah lapis bunyi
(sound stratum). Bila orang membaca puisi, maka yang terdengar adalah serangkaian
bunyi yang dibatasi jeda pendek, agak panjang, dan panjang. Lapis pertama yang
berupa bunyi tersebut mendasari timbulnya lapis kedua yaitu lapis arti (units
of meaning), karena bunyi-bunyi yang ada pada puisi bukanlah bunyi tanpa arti.
Rangkaian satuan-satuan arti tersebut
menimbulkan lapis ketiga berupa unsur intrinsik dan ekstrinsik puisi, misalnya
latar, pelaku, lukisan, objek-objek yang dikemukakan, makna implisit,
sifat-sifat metafisis, dunia pengarang dan sebagainya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas
terdapat satu masalah yang perlu dikaji dalam penelitian ini, yaitu bagaimana
menganalisis puisi “Kami Bertiga
” karya Sapardi Djoko Damono berdasarkan strata norma?
C.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisis puisi “Kami Bertiga ”
karya Sapardi Djoko Damono berdasarkan strata norma.
BAB II
PEMBAHASAN
KAMI
BERTIGA
dalam kamar ini kami bertiga:
aku, pisau dan kata
kalian tahu, pisau barulah pisau kalau ada darah di matanya
tak peduli darahku atau darah kata
dalam kamar ini kami bertiga:
aku, pisau dan kata
kalian tahu, pisau barulah pisau kalau ada darah di matanya
tak peduli darahku atau darah kata
1. Analisis Lapis Pertama
(bunyi/ sound stratum)
Pembahasan lapis bunyi hanyalah
ditujukan pada bunyi-bunyi yang bersifat istimewa atau khusus, yaitu
bunyi-bunyi yang dipergunakan untuk mendapatkan efek puitis atau nilai seni.
Ada asonansi serta aliterasi. Asonansi adalah pengulangan bunyi vokal pada
sebuah baris yang sama. Sedangkan aliterasi terdiri dari pengulangan bunyi
konsonan dari kata-kata yang berurutan serta sajak/rima awal.
Pada
baris kedua dan ketiga ada asonansi vokal “a”
“aku,
pisau dan kata”
“kalian
tahu, pisau barulah pisau kalau ada darah di matanya”
Puisi
diatas mempunyai rima/ sajak aa
2. Analisis Lapis Kedua
(arti/ units of meaning)
Dalam
menganalisis arti, kita berusaha memberi makna pada bunyi, suku kata, kata,
kelompok kata, kalimat, bait, dan pada akhirnya makna seluruh puisi.
Baris
pertama dan kedua” dalam kamar ini kami bertiga, aku, pisau, dan kata”
menggambarkan tokoh aku berada di dalam kamar. Di kamar tersebut ada sebuah pisau dan sebuah kata.
Baris ketiga “ kalian tahu pisau barulah pisau kalau ada darah di matanya”
artinya menurut tokoh aku pisau baru dikatakan pisau jika ada darah yang
menempel di mata pisau tersebut. Baris ketiga ini menceritakan keadaan tokoh
aku yang sudah kacau pikirannya sehingga dia mengatakan seperti itu, dia
mencoba mempergunakan pisau itu untuk melukai dirinya sendiri. Baris keempat “
tak peduli darahku atau darah kata” artinya tokoh aku tidak peduli dengan
dirinya sendiri.
3. Analisis Lapis Ketiga
(objek-objek, latar, pelaku, dunia pengarang dan lain-lain)
Lapis
arti menimbulkan lapis ketiga berupa objek-objek yang dikemukakan latar,
pelaku, dunia pengarang, makna implisit, dan metafisis.
Pada
puisi “Kami Bertiga” objek yang
dikemukakan adalah pisau, kata dan darah. Pelaku
atau tokohnya adalah si aku, sedang latarnya
di dalam kamar.
Dunia
pengarang merupakan dunia atau cerita yang diciptakan penyair di dalam
puisinya. Kita dapat menuliskan dunia pengarang dari puisi “Kami Bertiga” sebagai berikut:
Tokoh aku berada dalam kamar ditemani dengan pisau
dan kata. Kata-kata yang membuat hatinya gelisah, sedih membuat dia ingin
menggoreskan pisau tersebut dengan darahnya. Dia tidak peduli dengan dirinya
sendiri.
Dalam puisi tersebut perasaan-perasaan si aku:
gelisah, sedih dan putus asa.
Dalam
puisi di atas ada pula unsur metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi.
Unsur tersebut berupa kegundahan tokoh si aku setelah melihat kata yang
membuatnya merasa gelisah lalu tokoh aku mencoba mempergunakan pisau yang ada
di dalam kamarnya untuk hal yang negatif, yaitu untuk melukai dirinya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar