Selasa, 24 April 2012

alih kode dan campur kode


A. Pengertian kode
Istilah kode dipakai untuk menyebut salah satu variasi didalam hierarki kebahasaan, sehingga selain kode yang mengacu kepada bahasa (seperti bahasa inggris, belanda, jepang, Indonesia), juga mengacu kepada variasi bahasa, seperti variasi regional (bahasa jawa dialek Banyuwas, Jogja-solo, Surabaya),  juga varian kelas sosial disebut dialek sosial atau sosiolek ( bahasa jawa halus dan kasar ), varian ragam dan gaya dirangkum dalm laras bahasa (gaya sopan, gaya hormat, atau gaya santai), dan varian kegunaan atau register (bahasa pidato, bahasa doa, dan bahasa lawak)
Kenyataan seperti diatas menunjikkan bahwa hierarki kebahasaan dimulai dari bahasa/language pada level paling atas disusul dengan kode yang terdiri atas varian, ragam, gaya dan register.

B. Alih Kode
Alih kode (code switching) adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain. Misalnya penutur menggunakan bahasa Indonesia beralih menggunakan bahasa jawa. Alih kode merupakan salah satu aspek ketergantungan bahasa (languagedependecy) dalam masyarakat multilingual.
Dalam masyarakat multilingual sangat sulit seorang penutur mutlak hanya menggunakan satu bahasa. Dalam alih kode masing-masing bahasa masih cendwrung mendukung fungsi masing-masing dan masing-masing fungsi sesuai dengan konteksnya. Appel memberikan batasan alih kode sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena perubahan situasi.
Suwito (1985) membagi alih kode menjadi dua, yaitu
  1. alih kode ekstern
bila alih bahasa, seperti dari bahasa indonesia beralih kebahasa inggris atau sebaliknya dan
  1. alih kode intern
bila alih kode berupa alih varian, seperti dari bahasa jawa ngoko merubah ke krama.

Beberapa faktor yang menyebabkan alih kode adalah:
  1. penutur
seorang penutur kadang dengan sengaja beralih kode terhadap mitra tutur karena suatu tujuan. Misalnya mengubah situasi dari resmi menjadi tidak resmi atau sebaliknya.
  1. mitra tutur
mitra tutur yang terletak belakang kebahasaannya sama dengan penutur biasanya beralih kode dalam wujud alih varian dan bila mitra tutur berlatar belakang kebahasaan berbeda cenderung alih kode berupah alih bahasa.
  1. hadirnya penutur kerja
untuk menetralisasikan situasi d kode, apalagi bila latarbelakang kebahasaan mereka berbeda.
  1. pokok pembicaraan
pokok pembicaraan atau topik merupakan faktor yang dominan dalam menentukan terjadinya alih kode. Pokok pembicaraan yang bersifat formal biasanya diungkapkan dengan ragam baku, dengan gaya netral dan serius dan pokok pembicaraan yang bersifat informal disampaikan dengan bahasa takbaku,gaya sedikit imosional, dan serba seenaknya.
  1. untuk membangkitkan rasa humor
biasanya dilakukan dengan alih varian, alih ragam, atau alih gaya bicara.
  1. untuk sekadar bergengsi
walaupun faktor situasi, lawan bicara, topik, dan faktor sosio-situasional tidak menharapkan adanya alih kode, terjadi alih kode, sehingga tampak adanya pemaksaan, tidak wajar, dan cenderung tidak komunikatif.

C. Campur Kode
Campur kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan insur bahasa lainnya. Hal ini berhubungan dengan karakteristik penutur, seperti latar belakang sosil, tingkat pendidikan, rasa keagamaan, biasanya cici menonjolnya berupa kesantaian atau situasi informal. Namun bisa terjadi karena keterbatasan bahasa, ungkapan dalam bahasa tersebut tidak ada padanannya, sehingga da keterpaksaan menggunakan bahasa lain, walaupun hanya mendukung satu fungsi. Campur kode termasuk juga konvergensi kebahasaan ( linguistic convergence ).

Campur kode dibagi menjadi dua, yaitu:
  1. campur kode kedalam ( innercode-micing)
campur kode yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasinya
  1. campur kode ke luar ( outer code-mixing ): campur kode yang berasal dari bahasa asing
latarbelakang terjadinya campur kode dapat digolongkan menjadi dua, yaitu
  1. sikap (attitudinal type)
latar belakang sikap penutur
  1. kebahasaan (linguistik type)
latarbelakang keterbatasan bahasa, sehingga ada alasan identifikasai peranan, identifikasi ragam, dan keinginan untuk menjelaskan dan menafsirkan.
Dengan demikian campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal nalik antara peranan penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa.
Beberapa wujud campur kode,
  1. penyisipan kata
  2. menyisipan frasa
  3. penyisipan klausa
  4. penyisipan ungkapan atau idiom, dan
  5. penyisipan bentuk blaster (gabungan pembentukan asli dan asing)


D. Persamaan dan perbedaan Alih Kode dan Campur Kode
Persamaan alih kode dan campur kode adalah kedua peristiwa ini lazim terjadi dalam masyarakat multi lingual dalam menggunakan dua bahasa atau lebih. Namun terdapat perbedaan yang cukup nyata, yaitu alih kode terjadi dengan masing-masing bahasa yang digunakan masih memiliki otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan disengaja, karena sebab-sebab tertentu
Sedangkan campur kode adalah sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan memiliki fungsi dan otonomi, sedangkan kode yang lain yang terlibat dalam penggunaan bahasa tersebut hanyalah berupa serpihan (pieces) saja, tanpa fungsi dan otonomi sebagai sebuah kode. Unsur bahasa lain hanya disisipkan pada kodeutama dan kode dasar. Sebagai contoh penutur menggunakan bahasa dalam peristiwa tutur menyisipkan unsur bahasa jawa, sehingga tercipta bahasa indonesia kejawa-jawaan.

Thelander membedakan alih kode dan campur kode dengan apabila suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain tersebut sebagai alih kode. Tetapi apabila dalam suatu peristiwa tutur klausa atau frasa yang digunakan terdiri atas klausa atau frasa campuran (hybrid clases/hybrid phares) dan masing-masing klausa atau frasa itu tidak lagi mendukung fungsinya sendiri tersebut sebagai campur kode.

            Sebelum kita mengetahui mengenai hakikat alih kode dan campur kode, kita harus lebih paham benar konsep kode tersebut. Kode disini bukanlah kode yang mengarah keunsur bahasa secara perspektif melainkan kode disini ialah varian yang terdapat dalam bahasa tersebut. Varian disini yang dimaksud adalah tingkat-tingkatan, gaya cerita dan gaya percakaoan. Ada beberapa definisi hakekat mengenai alih kode tersebut, scontton menganggap bahwa alih kode merupakan penggunaan dua varian atau varietas linguistik atau lebih dalam percakapan atau interaksi yang sama. Sedangkan nababan berasumsi konsep alih kode ini mencakup juga kejadian dimana kita beralih dari satu ragam fungsiolek ke ragam yang lain atau dari satu dialeg ke dialek yang lain.
Sebagaimana kita bisa mencotohkan peralihan yang terjadi dalam bahasa daerah ke bahasa Indonesia atau sebaliknya. Dari contoh tersebut dapat kita tarik garis lurus, bahwa alih kode merupakan peralihan kode bahasa dalam satu peristiwa komunikasi verbal. Pola alih kode dapat kita bagi menjadi dua yaitu berdasar linguistik maupun partisipan. Pola linguistik terdapat pola alih kode intrabahasa, yang dalam pola itu terjadi pada varian dalam satu bahasa.  Sedangkan yang kedua adalah pola alih kode antarbahasa, dalam pola ini pilihan kode beralih dari varian suatu bahasa ke bahasa lain. Jika dilihat dari partisipan dapat dibagi menjadi dua kembali yakni dimensi intrapartisipan dan dimensi antarpartisipan. Faktor yang mengakibatkan terjadinya alih bahasa sosial,individu dan topik. Fakor sosial dapat kita pilih antara penggunaan bahasa partisipan dan status sosial. Faktor individu seperti yang dikembangkan oleh Wojowasito dilandasi oleh spontanitas, emosi dan kesiapan, yang dimaksud kesiapan disini ialah kesiapan kebendaharaan kata dan kesiapan pola kalimat.
Menurut fasold campur kode ialah fenomena yang lebih lembut dari fenomena alih kode. Dalam campur kode terdapat serpihan-serpihan suatu bahasa yang digunakan oleh seorang penutur tetapi pada dasarnya dia menggunakan satu bahasa yang tertentu. Serpihandisini dapat terbentuk kata, frasa atau unit bahasa yang lebih besar. Campur kode memiliki ciri-ciri yakni yang tidak ditentukan oleh pilihan kode, tetapi berlangsung tanpa hal yang menjadi tuntutan seorang untuk mencampurkan unsur atuu varian bahasa kedalam bahasa lain, campur kode berlaku pada bahasa yang berbeda, terjadi pada situasi yang informal, dalam situasi formal terjadi hanya kalau tidak tersedia kata atau ungkapan dalam bahasa yang sedang digunakan. Perbedaan antara alih kode dan campur kode ialah pertama alih kode itu mengarah pada terjemahan pada padanan istilah code switghing, sedangkan campur kode merupakan terjemahan pada padanan istilah kode mixing dalam bahasa inggris. Kedua dalam alih kode ada kondisi yang menuntut penutur beralih kode, dan hal itu menjadi kesadaran penutur, sedangkan campur kode terjadi tanpa ada kondisi yang menuntut pencampuran kode itu. Dan ketiga pada alih kode penutur menggunakan dua varian baik dalam bahasa yang sama maupun dalam bahasa yang berbeda. Pada campur kode yang terjadi bukan peralihan kode, tetapi bercampurnya unsur suatu kode ke kode yang sedang digunakan untuk penutur. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, interferensi ialah masuknya unsur suatu bahasa ke bahasa lain yang mangakibatkan pelanggaran kaidah bahasa yang dimasukinya baik pelanggaran kaidah fonologi, gramatikal, leksikal maupun semantis. Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi yang pertama adalah faktor kontak bahasa disini bahasa-bahasa yang digunakan dalam masyarakat itu saling berhubungan sehingga perlu digunakan alat pengungkap gagasan. Karena faktor tersebut maka terdapat interferensi performansi. Atau interferensi sistemis. Yang kedua ialah faktor kemampuan berbahasa yang akan mengakibatkan interferensi muncul. Jika kita melihat dari segi unsur bahasa yang dikuasai terdapat interferensi progresif (interferensi terjadi dalam bentuk masuknya unsur bahasa yang sudah dikuasai ke bahasa yang dikuasai sebelumnya) dan interferensi regresif (masuknya unsur bahasa yang dikuasai kemudian ke bahasa yang sudah dikuasai).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar